Saturday, December 22, 2012

mama,adik(part2)

Dua tahun sudah kehidupan seksku bersama mama dan Shinta. Sejak itu aku mempunyai hasrat seks dengan orang-orang terdekat seperti sepupu atau tante-tanteku. Selain itu juga aku sering mengambil kesempatan menjamah teman-teman adikku bila mereka bermain di rumahku.

Hampir setiap malam Shinta selalu menjadi pemuas nafsuku, kecuali kalau ia sedang menstruasi (sejak di tahun kedua). Bahkan jika nafsuku sedang naik, Shinta harus melayaniku sebanyak tiga kali dalam semalam. Sedang dengan Mama hanya bisa aku lakukan kalau Papa sedang bertugas luar kota. Tapi jika Papa pergi untuk waktu yang lama, aku memanfaatkan waktu tersebut untuk setiap malamnya bersetubuh dengan Mama.

Beruntungnya aku, sementara anak-anak lain hanya dapat berkhayal dan membual omongan tentang seks, aku sudah bisa menikmatinya setiap malam. Tapi selama itu, tidak seorang pun yang tahu hubungan seksku dengan Mama dan adikku. Tapi aku ingin pengalaman yang berbeda. Aku ingin Shinta sadar pada saat aku menyetubuhinya tetapi tidak bisa memberikan perlawanan. Untuk itu aku harus mengurangi obat pembius yang biasa aku gunakan.

Waktu telah menunjukkan pukul 23.50 saat aku berjalan untuk mengamati lantai bawah, dimana kamar orang tuaku berada. Ternyata sudah sepi. Aku melangkah ke kamar Shinta. Seperti biasanya ia sudah tertidur. Aku tutup kamarnya dan beranjak mendekati ranjang Shinta. Aku letakkan sapu tangan yang telah dilumuri pembius. Aku angkat lebih cepat daripada biasanya, karena aku ingin Shinta tersadar saat aku masih menyetubuhinya.

Aku lepaskan baju dan celanaku. Sekarang aku bugil. Lalu aku singkap selimut yang menutupi Shinta. Aku amati, Shinta hanya mengenakan daster dan CD tanpa bra. Aku mulai membangunkan Shinta dengan menggoyangkan tubuhnya dan membisikkan di telinganya memanggil namanya. Tidak lama ia terbangun. Ia masih belum benar-benar sadar, sampai ia memalingkan pandangannya ke diriku.

Dari matanya kulihat ia sangat terkejut melihat diriku dalam keadaan bugil dan berusaha bereaksi. Tetapi tentunya ia tak dapat bergerak bahkan untuk sekedar berkata-kata. Aku dekati dirinya dan merebahkan tubuhku di samping kirinya. Tangan kananku menopang kepalaku sedang tangan kiriku mulai meraba-raba antara paha dan vaginanya. Lalu aku bisikkan ke telinga Shinta..

"Shinta, aku ingin bercinta dengan kamu."

Dan aku mulai beraksi setelah mencium bibir Shinta. Dari matanya ia sangat terkejut tetapi hanya bisa pasrah. Aku mulai melepas daster lalu CD-nya. Sekarang ia pun bugil. Aku mengambil posisi mengangkangi Shinta dan wajahku berada di atas buah dadanya yang sedang berkembang. Saat itu ukurannya sudah 34B. Buah dada yang pantas untuk dinikmati. Aku mulai dengan mengulum putingnya bergantian kanan dan kiri. Aku ganti posisi dengan merebahkan diri di sisi kiri Shinta hingga dengan demikian aku bisa mengulum buah dada Shinta sementara tangan kiriku meremas buah dada yang lainnya.

Aku mulai bermain ke arah bawah. Aku ciumi bagian perutnya sambil kedua tanganku meremas kedua buah dada Shinta. Aku turun lagi ke arah selangkangan antara vagina dan pahanya. Sisi kanan dan sisi kiri bergantian. Lalu aku mulai dengan menjilati bagian luar vagina Shinta. Aku turunkan tanganku. Membantu membuka bibir-bibir vaginanya. Aku jilati dengan penuh nafsu vaginanya yang terbuka. Lidahku bermain di sepanjang celah vaginanya. Dari atas turun ke bawah dan sebaliknya. Aku ulangi terus sampai aku puas.

Sesudah itu aku mulai mengarah ke lubang kenikmatan milik Shinta. Aku berusaha menanamkan lidahku sedalam mungkin. Bahkan aku menekan wajahku ke vagina Shinta. Aku cium, aku jilat, aku gigit dan ingin rasanya aku telan vagina Shinta yang seksi. Tiba-tiba saja dari vaginanya mengalir sedikit cairan berwarna putih, seperti yang dikeluarkan vagina Mama. Padahal selama ini Shinta tidak pernah mengeluarkan lendir saat aku memainkan vaginanya. Setelah puas bermain, kupikir sudah saatnya ke permainan puncak.

Aku rentangkan kedua kaki Shinta dan aku duduk di antara kedua kakinya. Lalu aku lingkarkan kedua kakinya ke pinggangku. Penisku aku arahkan ke vaginanya dan mulai masuk ke dalam lubang kenikmatan miliknya. Aku dorong perlahan. Karena vaginanya telah basah, usahaku jadi lebih mudah untuk memasukkan seluruh penisku. Penisku telah ditelan seluruhnya oleh vagina Shinta. Aku pandang Shinta, di matanya kulihat ia benar-benar takut. Ia tentu tidak tahu kalau selama ini setiap malam aku telah menyetubuhinya. Aku rebahkan tubuhku di atas tubuh Shinta. Dadaku beradu dengan dadanya. Aku bisikan di telinganya..

"Shinta, aku akan menggosok memek kamu dengan kontolku. Aku akan sangat menikmatinya." Kalimat itu membuat diriku sendiri jadi lebih bergairah.

Kumulai menarik pinggulku ke belakang dan diam sesaat. Lalu aku dorong perlahan dan diam sesaat. Aku lihat Shinta memejamkan matanya. Apakah ia menikmatinya? Aku tidak tahu, tapi aku berharap begitu. Aku mulai mempercepat tempo permainanku. Melihat bahwa Shinta tahu bahwa aku menyetubuhinya membuat aku semakin bernafsu. Pada menit keenam, tiba-tiba penisku merasa dijepit dan dilepas berkali-kali. Ternyata Shinta berkontraksi menandakan bahwa ia telah mengalami orgasme. Lalu aku melihat tatapan matanya. Ada pandangan tidak suka sekaligus pandangan bahwa ia bisa merasakan kenikmatan.

Aku peluk tubuh Shinta dan mulutku kini bermain-main di buah dadanya. Sementara gerakan maju-mundur pinggulku kupercepat. Penisku menggesek vagina Shinta dengan cepat. Bunyi decak yang ditimbulkannya sangat seksi. Cepat dan lebih cepat lagi dan aku rasakan sesuatu dari dalam diriku mengalir deras mendorong ke arah penisku dan spermaku muntah ke dalam vagina Shinta. Aku tetap berusaha menggoyang tubuh Shinta dengan tenaga yang ada sementara semakin banyak lagi sperma yang aku tanam di dalam vagina Shinta. Sampai akhirnya seluruh tubuhku serasa mengejang dan tenagaku habis. Pada saat kekuatanku telah habis, aku diamkan penisku di dalam vagina Shinta sesaat. Kunikmati momen-momen ternikmat dalam hidupku ini.

Pada saat aku cabut penisku dari vaginanya, ternyata penisku telah penuh dengan lendir. Dan sebagian lendir itu juga sedikit mengalir dari vagina Shinta. Sungguh seksi. Lalu aku mainkan penisku di bagian luar vaginanya. Sehingga seluruh rambut-rambut vaginanya dipenuhi lendir. Karena lelah, aku merebahkan diri di samping tubuh Shinta. Dan aku terlelap.

Aku terbangun, karena merasa ada sesuatu memukul-mukul tubuhku. Ternyata itu adalah suara Shinta.

"Jahat, jahat, Kak Iwan jahat.", ia protes sambil menangis tapi suaranya pelan. Rupanya pengaruh obat bius sudah hilang. Dan ia tampak marah kepadaku dan sedih. Langsung aku peluk Shinta, tapi ia berusaha menolak. Tapi tentu aku lebih kuat. Lalu aku berusaha menjelaskan..

"Shinta, Shinta sayang, coba dengar ya. Ini bukan pertama kalinya aku bercinta dengan kamu. Coba kamu lihat apakah ada noda darah?". Shinta seperti dapat menerima usulku dan wajahnya mencari-cari apakah ada noda darah di sprei. Tentu tidak ditemukannya. Kalau saja dicarinya dua tahun yang lalu pasti ketemu. Sebelum Shinta berkata sesuatu, aku menjelaskan lagi..

"Aku sudah bercinta dengan kamu sejak dua tahun yang lalu. Hampir setiap malam kamu selalu memuaskan nafsuku. Tapi kamu tidak tahu, baru malam ini saja aku membangunkan kamu sebelum aku menyetubuhi kamu", Shinta seperti tidak percaya.
"Benar, buat apa aku berbohong. Setiap malam aku menyetubuhi kamu, dan semuanya baik-baik saja kan?", aku mencoba menenangkan Shinta dan tampaknya berhasil.
"Dan sebenarnya kamu juga menyukainya kan? Semuanya akan baik-baik saja asal hanya kita yang tahu.", aku sekarang mencoba merayunya. Dan berhasil lagi.

Dan tiba-tiba penisku bangun kembali. Langsung aku peluk lagi Shinta, aku rebahkan dan kutindih tubuhnya. Ia terkejut tapi tidak menolak. Aku ciumi bibirnya dan kali ini ia membalas. Aku ciumi seluruh bagian tubuhnya yang seksi dan ia menikmati. Saat aku menghunjamkan penisku ke dalam tubuhnya, aku tahu bahwa ia memang menginginkannya. Bagaimana pun kami adalah saudara yang ternyata sebenarnya memiliki keinginan terhadap seks yang besar.

Saat bercinta, kami saling berpelukan dan saling menggoyang. Pada permainan kedua aku bermain lebih lama hingga Shinta bisa mencapai dua kali orgasme. Sesudahnya, kami berdua masih bugil dan aku membisikkan sesuatu ke telinga Shinta..

"Shinta, kamu ingin tahu satu rahasia lagi nggak?", aku bertanya. Shinta mengangguk.
"Kalau kamu mau tahu, tunggu besok malam ya", aku meminta Shinta menunggu sampai besok.

Lalu aku mengenakan pakaianku dan kembali ke kamarku. Waktu telah menunjukkan pukul 3.20. Aku pun tertidur. Pada pagi hari saat di meja makan, Shinta sudah duduk lebih dulu. Aku memandangnya dan ia tersenyum. Aku balas tersenyum.

"Kenapa sih hari ini pada kesiangan?", Mama mempertanyakanku dan Shinta karena pagi ini kami bangun kesiangan. Aku dan Shinta saling berpandangan dan saling tersenyum. Pagi itu hanya ada Mama, aku dan Shinta. Karena Papa sejak 2 hari yang lalu telah bertugas di luar kota.

Pada malam harinya, aku sudah menyiapkan sapu tangan dengan pembius dosis normal. Aku berjalan ke kamar Mama. Perlahan aku buka pintunya dan tampaknya Mama sudah tertidur. Saat itu waktu sudah menunjukkan oukul 12 malam. Seperti biasa, aku ciumkan sapu tangan ke wajah Mama. Setelah kurasa cukup aku angkat lagi sapu tangan tersebut. Setelah aku pastikan Mama telah terbius, aku lepaskan seluruh pakaiannya. Lalu aku nyalakan lampu kamar, karena biasanya Mama tidur dengan lampu dimatikan. Lalu aku berjalan ke kamar Shinta dan membangunkannya. Setelah ia terbangun, aku menanyakan Shinta..

"Shinta, mau tahu satu rahasia lagi kan? Nanti lima menit lagi kamu turun ke kamar Mama ya".

Sesudah itu aku turun lagi ke kamar Mama. Di kamar Mama aku segera melepaskan seluruh pakaianku. Sekarang aku dan Mama sudah bugil. Penisku sudah mengeras. Segera aku rentangkan kedua paha Mama dan mulai kujilati vaginanya. Vaginanya mulai mengeluarkan lendir. Segera aku arahkan penisku ke vaginanya. Aku dorong hingga seluruh penisku masuk ke dalam lubang kenikmatan Mama. Aku gesekkan penisku ke dinding vagina Mama perlahan sementara aku melumat buah dadanya dengan mulutku.

Tidak lama kemudian pintu terbuka. Dan Shinta masuk ke kamar. Aku sempatkan diriku melihat reaksi Shinta di tengah kenikmatan yang sedang aku jalani. Shinta tampak terkejut. Dia berjalan mendekatiku untuk memastikan apa yang terjadi. Setelah yakin apa yang terjadi ia hanya diam terpatung. Sementara aku masih sibuk dengan birahiku sendiri. Aku menggoyang Mama lebih cepat dan semakin cepat. Aku ingin menyelesaikan permainanku dengan Mama lebih cepat, karena aku berniat melanjutkannya dengan Shinta.

Tidak lama setelah itu aku menumpahkan spermaku ke dalam vagina Mama. Aku cabut penisku dan mengenakan kembali pakaian Mama serta mematikan kembali lampu kamar. Aku angkat semua pakaianku dan menarik Shinta yang masih mematung kembali ke kamarnya. Kami masuk ke kamar Shinta dan mengunci kamarnya. Aku meminta Shinta untuk membuka seluruh pakaiannya. Karena penisku masih lemah, aku hanya mengajaknya tidur.

Setelah tidur satu jam aku terbangun. Melihat Shinta dalam keadaan bugil penisku bangkit kembali. Maka aku bangunkan Shinta dan mengajaknya untuk melakukan hubungan intim.

"Shinta, ayo bangun. Kita berhubungan intim lagi seperti kemarin yuk.", ajakku.
"Nanti dulu. Aku mau menanyakan satu hal dulu. Apakah kakak juga sudah lama meniduri Mama?", tanya Shinta.
"Oh ya. Yang pertama aku tiduri itu Mama. Setelah itu baru kamu. Tapi Mama masih belum tahu dan sebaiknya tidak perlu tahu. Kamu setuju kan?", aku menjelaskan.

Shinta hanya mengangguk dan tangan kanannya tiba-tiba saja memegang penisku yang telah menegang. Lampu hijau. Langsung aku rebahkan tubuh Shinta dan aku tindih. Aku cium bibirnya yang dibalasnya dengan ciuman yang bersemangat. Sementara itu Shinta terus menggesekkan bagian luar vaginanya dengan penisku. Tampaknya ia sudah tidak sabar. Ketika aku raba vaginanya ternyata sudah basah pertanda telah siap untuk dimasuki penisku.

Aku ambil posisi duduk siap untuk menghunjamkan penisku ke tubuh Shinta. Aku masukkan perlahan penisku sampai seluruhnya tertelan oleh vagina Shinta. Belum aku mulai menggoyangnya, Shinta telah terlebih dulu menggoyangkan pinggulnya. Ia sudah tidak sabar rupanya. Akhirnya kami saling menggoyang, saling memeluk dan saling meraba. Situasi ini membuat nafsuku meledak-ledak tidak terkendali sehingga membuatku terlalu cepat orgasme. Agar Shinta tidak kecewa, aku gantikan posisi penisku dengan jari tengah. Aku gosok secara merata dinding-dinding vaginanya. Dan tidak lama, Shinta pun mencapai orgasme. Aku rasakan jariku ditekan-tekan oleh dinding vaginanya dan disusul rasa hangat dari cairan putih yang mengalir. Tapi aku tidak berhenti, aku terus menggosok vaginanya. Shinta masih menikmatinya.

Sampai pada orgasme kedua ia memohon padaku untuk menghentikan aksiku karena ia mulai kelelahan. Tapi sekarang justru aku yang jadi hot. Langsung aku masukkan kembali penisku ke vagina Shinta. Ia terkejut tapi pasrah. Aku juga tidak berniat menjadikannya permainan yang panjang karena Shinta sudah lelah. Jadi langsung aku goyang tubuh Shinta dengan cepat. Cepat atau lambat tidak masalah selama kedua pihak saling puas. Bagiku lebih baik banyak orgasme dalam sejam daripada cuma sekali.

Tidak sampai sepuluh menit kemudian, akhirnya aku mencapai orgasme lagi. Aku banjiri vagina Shinta dengan spermaku. Karena lelah akhirnya aku tertidur di kamar Shinta sampai pagi. Kami berdua masih tetap dalam keadaan bugil.

Malam itu merupakan malam paling hot dan melelahkan dari dua tahun petualanganku selama ini. Shinta sekarang benar-benar menjadi kekasihku di malam hari. Sejak saat itu beberapa posisi dalam bercinta telah kami coba. Tetapi favorit kami masih tetap posisi konvensional. Sekarang inisiatif untuk bercinta bukan saja dariku tapi juga dari Shinta. Biasanya jika telah lebih dari 4 hari aku tidak menyetubuhinya, maka ia yang akan menagih kebutuhannya.

No comments:

Post a Comment