Saturday, December 22, 2012

mama, adik(part3)

Pada liburan sekolah kali ini aku tidak mempunyai rencana kemana pun dengan teman-temanku. Jadi liburan kali ini aku habiskan di rumah saja. Tapi sebelumnya aku sudah meminjam beberapa video dan majalah porno dari temanku. Seperti sore itu juga, aku sedang membaca-baca majalah tersebut. Selain gambar, ada juga cerita di dalamnya yang membuat majalah tersebut semakin menarik. Tentu membuat aku jadi bernafsu dan ingin bercinta saat itu juga. Seperti biasanya, Shinta adalah pemuas nafsuku. Karena sudah beberapa bulan ini, aku dan Shinta sudah melakukan hubungan seks secara rutin setiap malam.

Tapi saat itu tidak mungkin, hari masih sore dan ada Mama. Terpaksa aku harus memuaskannya dengan bermasturbasi. Aku kunci kamar dan kumulai aksiku. Namun setelah selesai nafsuku hanya berkurang sedikit. Walaupun penisku sudah lemas, aku tetap menginginkan tubuh seorang wanita untuk aku masuki. Setelah aku merana selama setengah jam, tiba-tiba saja Mama memanggilku.

"Wan, turun sebentar", Mama memanggilku.
"Ada apa? Koq rapih Ma?", aku turun menghampiri Mama. Kulihat Mama berpakaian rapih.
"Kamu jaga rumah ya, Mama mau arisan dulu di rumah Bu Trisno". Ternyata Mama mau keluar rumah. Pucuk dicinta ulam tiba.
"Iya deh.", aku menyetujui dengan bersemangat. Dan Mama pun berjalan keluar dan menutup pintu.

Setelah aku menunggu beberapa saat memastikan Mama sudah jalan, aku mencari Shinta. Dia ternyata sedang menonton TV. Langsung aku peluk ia dari belakang, aku ciumi lehernya. Kedua tanganku langsung meraba kedua dadanya.

"Hhmm, Kak Iwan. Lagi kepingin ya?", Shinta merespons aksiku dengan menggoda.
"Kepingin banget. Udah dari tadi, cuma ada Mama. Sekarang mumpung Mama lagi arisan aku ingin ngentotin kamu.", aku kadang menggunakan kata yang kasar untuk saling membangkitkan nafsu kami.
"Wah sepertinya bakalan buas nih.", Shinta terus menggoda.
"Sudah ah, jangan menggoda terus. Cepat buka semua pakaiannya", ujarku sambil melepaskan pelukanku.

Aku lepaskan semua pakaianku. Kemudian aku nikmati pemandangan saat Shinta melepaskan pakaiannya satu-persatu. Ia membuka pakaiannya sambil berdiri. Ia selalu ingin membuat aku, kakaknya-bernafsu atas dirinya. Pertama ia lepas kaos lalu celana pendeknya. Sekarang ia hanya mengenakan bra dan CD. Tubuhnya yang langsing tapi dengan dada 36C serta bokong dan pinggul yang padat berisi selalu membuat aku ingin menyetubuhinya. Kadang aku berpikir, kalau aku tidak bisa mendapatkan pacar yang lebih seksi (setidaknya sama), maka aku akan ketergantungan seks dengan Shinta.

Shinta mencoba memperlambat melepaskan bra-nya. Aku sudah tidak sabar. Aku dekati ia dengan bertumpu pada lututku. Aku turunkan CD-nya sampai pergelangan kaki. Secara spontan Shinta menggerakkan pergelangan kakinya agar CD-nya terlepas. Sekarang kami telah sama-sama bugil.

Shinta masih berdiri dan aku dekatkan wajahku pada vaginanya yang licin (aku selalu memintanya untuk mencukur rambut di vaginanya). Dengan kedua tanganku, aku tekan bokongnya sehingga vaginanya menekan wajahku. Aku ciumi vaginanya sementara kedua tanganku meremas-remas bokongnya. Aku puaskan bagian luarnya terlebih dahulu. Shinta menikmatinya dengan santai. Belahan vaginanya menggoda aku untuk menelusurinya. Lidahku mulai bergerak menelusurinya dari atas dan turun perlahan ke bawah. Shinta meregangkan kakinya memberi ruang bagi wajahku agar dapat menjangkau lebih jauh.

Agar lebih nyaman, aku meminta Shinta untuk telentang. Dan ia pun merebahkan tubuhnya di atas karpet di ruang keluarga. Tanpa menunggu lama, kembali aku arahkan wajahku ke vaginanya. Shinta pun membuka lebar-lebar kedua pahanya. Aku buka bibir-bibir vaginanya dengan kedua tanganku. Sementara bibir dan lidahku bermain-main di antara klitoris dan lubang vaginanya. Aksiku membuat vaginanya benar-benar basah dan siap untuk dimasuki oleh penisku.

Wajahku bergerak ke atas. Bagian perut, di bawah dada dan bagian dada. Aku kulum dadanya bagian kanan sedang bagian kirinya aku remas dengan tangan kananku. Secara bergantian kedua dadanya aku remas, cium dan kulum. Nafas Shinta mulai terdengar tidak teratur menandakan bahwa ia sudah benar-benar bernafsu. Sudah saatnya masuk ke puncak acara.

Aku angkat kedua paha Shinta dan aku dekatkan penisku ke vaginanya. Shinta segera memegang penisku dan membantu mengarahkan ke lubang kewanitaannya itu. Aku dorong penisku dengan perlahan namun pasti memasuki vagina Shinta sampai akhirnya seluruh penisku masuk. Aku tekan dan diamkan sesaat penisku di dalam. Aku dengar Shinta mendesah.

"Kak, jangan lama-lama. Ayo digoyang dong", pinta Shinta sudah tidak tahan.

Dan aku pun segera menggoyang pinggulku maju mundur. Kupercepat tempo permainanku dan tampaknya Shinta semakin menikmatinya. Kulihat wajahnya yang tersenyum sementara matanya terpejam. Memang tidak ada hal di dunia ini yang senikmat seperti saat ini.

Posisi menggoyang sambil duduk aku ubah. Kini kedua paha Shinta melingkari pinggangku sedangkan aku memeluk tubuhnya dengan tanganku melingkari punggungnya. Kami benar-benar merapat. Sambil aku ciumi bibirnya dengan buas, aku percepat tempo permainannya. Selain bunyi becek yang dibuat oleh penisku dan vaginanya yang basah, permainan itu juga disertai suara hentakan antara pahaku dan paha Shinta karena doronganku yang keras.

Kami sudah benar-benar terbakar nafsu. Nafas kami sudah tidak beraturan. Hanya goyanganku yang tetap berjalan agar penisku bisa mendapatkan kenikmatan dari sentuhan dengan vagina Shinta. Suara yang keluar dari mulut Shinta bukan sekedar desahan perlahan tapi juga sudah disertai teriakan-teriakan kecil.

"Uh.. Oh.. Terus Kak. Goyang lebih dalam lagi.", kata-kata itu berulang kali diucapkannya.

Ucapannya membuat dadaku semakin berdegup kencang. Semakin membuatku bernafsu menyetubuhi Shinta. Kadang-kadang aku ubah doronganku dengan frekuensi yang lebih lambat tapi dengan hentakan yang lebih keras. Shinta tampak merasakan sakit tapi sebenarnya menikmatinya.

Saat kami sedang diombang-ambing dalam lautan nafsu. Aku terkejut, karena kulihat sekilas di pantulan TV, aku melihat Mama memperhatikan kami. Ternyata aku dan Shinta tidak memperhatikan kedatangan Mama sebelumnya. Kami tidak mendengar Mama membuka pintu karena kami lupa mengunci pintu dan Mama datang dari arah belakang kami. Aku tidak tahu sudah berapa lama Mama memperhatikan kami. Shinta pun belum mengetahui kedatangan Mama. Karena Mama tidak berbuat apa pun, aku meneruskan aksiku.

Aku mulai merasa lelah tetapi penisku masih tetap keras. Shinta pun sudah mendapatkan sekali orgasme. Agar segera mendapat kepuasan, aku percepat lagi permainan. Shinta yang sudah mendapatkan orgasme tampak lebih santai. Sedangkan Mama tetap memperhatikan kami. Akhirnya setelah total permainan selama hampir 20 menit, penisku mulai merasakan dorongan. Dorongan tersebut semakin besar dan seperti biasa aku tumpahkan di dalam vagina Shinta. Setelah habis aku masukan penisku dalam-dalam dan aku diamkan. Aku biarkan penisku berdenyut di dalam vagina Shinta.

"Shinta, aku sayang kamu deh", ujarku tanpa mencabut penis yang sengaja kuucapkan agar Mama mendengarnya.
"Aku juga sayang kakak. Kak Iwan selalu bikin Shinta puas", Shinta membalas ucapan sayangku. Dan kami pun berciuman sambil saling mengusap tubuh.

Begitu aku lihat di TV, sudah tidak ada bayangan Mama. Ternyata Mama bisa datang dan menghilang tanpa kami sadari. Tampaknya Mama pura-pura tidak tahu dengan apa yang terjadi. Sedangkan Shinta tidak tahu kalau Mama sempat memperhatikan kami. Hanya aku yang tahu apa yang terjadi. Tapi pada sore harinya, Mama memanggilku sementara Shinta masih di kamarnya. Aku menghampiri Mama di ruang TV.

"Wan, Mama mau bicara dengan kamu."
"Ada apa Mam, koq serius banget sih?", aku bisa memperkirakan apa yang akan Mama bicarakan, tapi pura-pura tidak tahu.
"Mama kecewa dengan kamu. Sangat kecewa."
"Kenapa Mam?", sekali lagi aku berpura-pura tidak tahu.
"Wan, Shinta itu kan adik kamu. Tapi kamu malah menidurinya". Mama tampak serius tapi tidak kulihat adanya kemarahan.
"Oh yang Mama lihat tadi sore ya?", aku mengarahkan langsung ke pointnya. Dan Mama tampak terkejut.
"Jadi kamu tahu kalo Mama memperhatikan kalian? Dan kamu tidak menghentikannya?".
"Tahu koq", aku jawab dengan tenang. Sebelum Mama berkata apa-apa, aku melanjutkan..
"Aku dan Shinta sudah lama melakukannya. Sudah sekitar tiga tahunan". Mama tampak lebih terkejut lagi.
"Semuanya baik-baik saja kan Mam. Dan Mama juga tahu kalo Shinta juga menyukainya. Bahkan kalo sudah seminggu tidak melakukan, Shinta akan nagih Mam."
"Kalo Mama marah sih, Iwan sama Shinta hanya bisa ndengerin. Tapi kalo untuk berhenti susah Mam. Kalo nggak ada siapa-siapa pasti kami akan melakukannya lagi. Pasti Mama juga ngerti", lanjutku lebih jauh. Mama diam sesaat. Kemudian akhirnya memberikan jawaban..
"Benar, kelihatannya bakal susah untuk menghentikan kalian. Sebenarnya Mama tadi shock banget, ngeliat kedua anak Mama saling bersetubuh. Tadinya Mama khawatir kalo kamu memperkosa Shinta. Tapi tadi Mama ngeliat, bahwa Shinta juga menyukainya. Jadi yang penting hati-hati saja. Jangan sampai Shinta hamil. Dan satu lagi, jangan sampai orang lain tahu apalagi Papa kamu".
"Mama tenang saja. Iwan sudah tiga tahun melakukannya. Dan aman-aman saja kan?", aku menenangkan Mama.
"Jadi kamu sudah meniduri Shinta sejak kamu SD ya? Terus kamu kapan aja melakukannya?", Mama jadi ingin tahu.
"Ya kalo sudah malam, Mam. Kadang-kadang di kamar Shinta, kadang-kadang di kamar Iwan. Atau kalo tidak ada siapa-siapa di rumah selain Iwan dan Shinta."
"Pantas saja, sekarang kamu dan Shinta sering ngga mau kalo diajak kemana-mana. Seberapa sering kamu dan Shinta bercinta?", satu lagi pertanyaan dari Mama.
"Seminggu bisa lebih dari 6 kali. Minimal 4 kali seminggu kalau Shinta ngga lagi M.", jawabku.

Ada beberapa tanya jawab lainnya antara aku dan Mama. Keingintahuan Mama membuatku ingin mengungkapkan satu rahasia lagi ke Mama. Yaitu, bahwa aku juga telah menyetubuhinya. Tapi tanpa informasi mengenai obat bius tersebut tentunya.

"Wan, jadi kamu pernah bercinta dengan siapa saja selama ini?", Mama bertanya. Dalam pikiranku, kebetulan sekali pertanyaan itu.
"Dengan Shinta, jadi dua orang Mam."
"Mm. Satu orang lain itu pacar kamu ya?", Mama sok menebak.
"Bukan Mam. Kan Iwan belum punya pacar."
"Lalu siapa dong, teman kamu ya?", tanya Mama.
"Bukan juga."
"Siapa dong, Mama jadi penasaran". Mama benar-benar penasaran. Pikirnya anak siapa lagi yang telah aku setubuhi.
"Mama mau tahu ya? Tapi jangan marah ya."
"Iya. Mama mau marah gimana lagi? Siapa sih satu orang lagi itu?".
"Mama", aku menjawab dengan tenang.
"Siapa?", entah Mama merasa salah dengar atau memang tidak dengar.
"Mama", aku ulangi jawabanku. Sekali lagi Mama tampak kaget penuh rasa tidak percaya.
"Mana mungkin. Kamu jangan mengada-ada, Wan."
"Benar. Cuma aku melakukannya saat Mama sedang tidur. Sebelumnya aku memastikan bahwa Mama sudah tertidur pulas". Mama mendengarkan dengan serius.
"Biasanya sih kalo Papa lagi keluar kota Mam. Sebenarnya pengalaman pertama Iwan, ya dengan Mama, baru dengan Shinta".

Tampaknya Mama mulai mempercayai dengan apa yang aku katakan. Maka aku ceritakan awal pertama kali pengalaman seksku. Setelah aku menceritakan panjang lebar, Mama bertanya..

"Jadi kamu sudah meniduri Mama dan adik kandung kamu sendiri. Dasar anak nakal. Mana yang lebih kamu suka, Mama atau Shinta?", aku agak terkejut juga dengan pertanyaan Mama.
"Sama-sama enak Mam. Kalo bisa sih, Iwan bisa dapet dua-duanya terus".

Mendengar itu Mama tersenyum dan berdiri lalu berjalan ke kamar. Namun entah bagaimana, tiba-tiba saja aku jadi bernafsu. Aku ingin meniduri Mama saat ini juga. Bagaimana rasanya bersetubuh dengan Mama dalam keadaan sadar. Lalu aku pun menyusul Mama ke kamar. Mama rupanya sedang rebahan sambil memegang buku. Lalu aku duduk di pinggir ranjang di samping Mama.

"Ma, boleh nggak Iwan meniduri Mama sekarang. Iwan jadi kepingin banget".
"Dasar anak nakal. Mentang-mentang nggak dimarahin, langsung aja minta", Mama hanya tersenyum. Walaupun tidak mengiyakan tetapi Mama juga tidak tampak marah. Maka aku kejar lagi..
"Gimana, boleh ya Mam".

Sementara itu tanganku mulai bermain-main di paha di balik daster Mama. Dan lalu tanganku mulai meraba-raba vagina Mama. Usahaku membuahkan hasil. Nafsu Mama pun akhirnya muncul. Ia membiarkan tanganku bermain-main, bahkan Mama merentangkan pahanya. Jari-jariku bermain-main di celah-celah vaginanya. Vaginanya yang semakin basah dirasakan oleh jari-jariku.

"Wan, kalo kamu mau.. Cepetan ya. Biasanya setengah jam lagi Papa kamu pulang", sambil tersenyum Mama menyetujui permintaanku.

Mama langsung membukakan dasternya. Sedangkan aku membantu menarik CD-nya. Setelah itu aku lepaskan semua pakaianku. Mama segera membentangkan pahanya. Karena waktunya singkat, Mama menginginkan langsung ke permainan utama. Aku pun menempatkan tubuhku di atas tubuh Mama. Mama memegang penisku yang telah keras dan mengarahkan ke vaginanya. Baru masuk sedikit, Mama langsung menarik pinggangku agar penisku segera didorong memasuki lubang kenikmatannya itu. Begitu seluruh penisku masuk, Mama langsung menggoyang-goyangkan pinggangnya hingga membuat penisku terasa nikmat diputar-putar.

"Wan, ayo ditarik-dorong dong punya kamu". Tanpa perintah dua kali, aku langsung memenuhi permintaan Mama.
"Wan, Mama mau seperti yang kamu lakukan dengan Shinta ya. Goyang Mama yang kuat ya sayang. Mama ingin kamu muasin Mama. Bikin Mama kelelahan ya", pintanya.

Sekali lagi aku penuhi permintaannya. Kami saling menggoyang. Setelah lima menit, kami berganti posisi. Aku di bawah, sedangkan Mama menduduki penisku. Ia menggoyang sambil memutar-mutar pinggulnya. Aku biarkan Mama melakukan apa yang diinginkannya. Aku ingin Mama puas. Aku ingin menyenangkan Mama. Salah satunya adalah dengan memberinya kepuasan seks.

Dan tiga menit sesudah berganti posisi, akhirnya Mama mencapai orgasmenya. Gerakannya semakin lambat dan berhenti. Langsung aku duduk dan peluk tubuh Mama. Aku rebahkan dia, sekarang kembali ke posisi awal. Aku di atas Mama. Aku goyang pinggulku, agar penisku dapat merasakan dinding-dinding vagina Mama. Aku hentakkan pinggulku dengan keras. Aku tarik lagi. Dan hentakkan lagi.

Setelah permainan cepat selama hampir lima menit, aku sudah tidak dapat membendung kenikmatan yang mengalir dari seluruh tubuh melalui penisku. Aku tebarkan benih-benihku di dalam vagina mamaku. Tapi saat itu aku merasakan lagi denyutan di dalam vaginanya. Mama orgasme lagi. Setelah saling memuaskan, kami mengenakan pakaian kami masing-masing. Mama menyuruhku naik ke atas, sedangkan Mama mandi.

Di lantai atas aku menuju kamar Shinta, dan menceritakan apa yang baru saja aku alami. Shinta tampak antusias. Dan ia pun berkomentar..

"Kalo gitu kita bisa lebih sering dong. Bisa kapan aja". Aku hanya tersenyum dan mengangguk.

Selama liburan seminggu itu, aku 8 kali meniduri Mama. Biasanya aku melakukannya pada pagi hari, sesaat setelah Papa berangkat ke kantor. Dan sejak itu aku tidak takut dimarahi Mama kalau ingin bercinta dengan Shinta. Bahkan saat kami bertiga menonton TV, aku dapat dengan leluasa meminta Mama atau Shinta bercinta. Tapi kami tidak pernah melakukannya bertiga. Aku dan Shinta biasa melakukannya dimana saja di dalam rumah. Tetapi Mama hanya mau melakukannya di kamar tidur.

Pernah sekali pada suatu pagi, saat Papa sudah berangkat ke kantor, aku dan Shinta sudah mengenakan seragam sekolah kami dan siap berangkat. Tiba-tiba saja aku merasa bergairah melihat Shinta dalam seragam sekolahnya. Akhirnya aku meminta Shinta untuk mau bercinta saat itu juga. Shinta memang adik yang baik, memahami keinginan kakaknya. Akhirnya kami pun melakukannya dalam posisi berdiri. Shinta menungging di meja makan. Aku angkat roknya dan aku turunkan CD-nya sebatas lutut. Aku pun memasukan penisku ke vaginanya dari belakang. Mama yang menyaksikan kami hanya menggelengkan kepala.

Sampai aku kuliah di tingkat 3, Shinta dan Mama selalu membahagiakan aku. Menghilangkan tekanan di kepalaku dan terutama di penisku. Bagaimana pun kami satu keluarga. Yang mempunyai kesamaan. Berusaha memberi kebahagiaan, kepuasan dan kenikmatan. Ya, selama sepuluh tahun.

Sejak tingkat 3, aku mulai mempunyai pacar. Sampai saat ini sudah 4 orang yang menjadi pacarku. Namun sejak 2 tahun yang lalu aku mendapatkan pacar yang seksi seperti Shinta. Beruntungnya aku. Kami saling menyayangi. Ia merasa sangat beruntung memiliki aku. Karena aku penuh perhatian dan memahami kebutuhannya, sementara ia berasal dari keluarga broken-home. Selain itu aku juga selalu dapat memuaskan nafsunya pula.

Setelah berjalan satu setengah tahun, aku menceritakan fakta tentang hubunganku dengan Mama dan Shinta. Pacarku langsung marah dan menyatakan putus. Tapi sebulan sesudah itu ia kembali lagi. Mungkin ia merasa kami aneh, tapi aku selama ini selalu bisa membuatnya bahagia. Dan sampai sekarang ia tetap menjadi kekasihku. Mungkin tahun depan kami akan menikah. Semoga kami bahagia.


E N D

mama,adik(part2)

Dua tahun sudah kehidupan seksku bersama mama dan Shinta. Sejak itu aku mempunyai hasrat seks dengan orang-orang terdekat seperti sepupu atau tante-tanteku. Selain itu juga aku sering mengambil kesempatan menjamah teman-teman adikku bila mereka bermain di rumahku.

Hampir setiap malam Shinta selalu menjadi pemuas nafsuku, kecuali kalau ia sedang menstruasi (sejak di tahun kedua). Bahkan jika nafsuku sedang naik, Shinta harus melayaniku sebanyak tiga kali dalam semalam. Sedang dengan Mama hanya bisa aku lakukan kalau Papa sedang bertugas luar kota. Tapi jika Papa pergi untuk waktu yang lama, aku memanfaatkan waktu tersebut untuk setiap malamnya bersetubuh dengan Mama.

Beruntungnya aku, sementara anak-anak lain hanya dapat berkhayal dan membual omongan tentang seks, aku sudah bisa menikmatinya setiap malam. Tapi selama itu, tidak seorang pun yang tahu hubungan seksku dengan Mama dan adikku. Tapi aku ingin pengalaman yang berbeda. Aku ingin Shinta sadar pada saat aku menyetubuhinya tetapi tidak bisa memberikan perlawanan. Untuk itu aku harus mengurangi obat pembius yang biasa aku gunakan.

Waktu telah menunjukkan pukul 23.50 saat aku berjalan untuk mengamati lantai bawah, dimana kamar orang tuaku berada. Ternyata sudah sepi. Aku melangkah ke kamar Shinta. Seperti biasanya ia sudah tertidur. Aku tutup kamarnya dan beranjak mendekati ranjang Shinta. Aku letakkan sapu tangan yang telah dilumuri pembius. Aku angkat lebih cepat daripada biasanya, karena aku ingin Shinta tersadar saat aku masih menyetubuhinya.

Aku lepaskan baju dan celanaku. Sekarang aku bugil. Lalu aku singkap selimut yang menutupi Shinta. Aku amati, Shinta hanya mengenakan daster dan CD tanpa bra. Aku mulai membangunkan Shinta dengan menggoyangkan tubuhnya dan membisikkan di telinganya memanggil namanya. Tidak lama ia terbangun. Ia masih belum benar-benar sadar, sampai ia memalingkan pandangannya ke diriku.

Dari matanya kulihat ia sangat terkejut melihat diriku dalam keadaan bugil dan berusaha bereaksi. Tetapi tentunya ia tak dapat bergerak bahkan untuk sekedar berkata-kata. Aku dekati dirinya dan merebahkan tubuhku di samping kirinya. Tangan kananku menopang kepalaku sedang tangan kiriku mulai meraba-raba antara paha dan vaginanya. Lalu aku bisikkan ke telinga Shinta..

"Shinta, aku ingin bercinta dengan kamu."

Dan aku mulai beraksi setelah mencium bibir Shinta. Dari matanya ia sangat terkejut tetapi hanya bisa pasrah. Aku mulai melepas daster lalu CD-nya. Sekarang ia pun bugil. Aku mengambil posisi mengangkangi Shinta dan wajahku berada di atas buah dadanya yang sedang berkembang. Saat itu ukurannya sudah 34B. Buah dada yang pantas untuk dinikmati. Aku mulai dengan mengulum putingnya bergantian kanan dan kiri. Aku ganti posisi dengan merebahkan diri di sisi kiri Shinta hingga dengan demikian aku bisa mengulum buah dada Shinta sementara tangan kiriku meremas buah dada yang lainnya.

Aku mulai bermain ke arah bawah. Aku ciumi bagian perutnya sambil kedua tanganku meremas kedua buah dada Shinta. Aku turun lagi ke arah selangkangan antara vagina dan pahanya. Sisi kanan dan sisi kiri bergantian. Lalu aku mulai dengan menjilati bagian luar vagina Shinta. Aku turunkan tanganku. Membantu membuka bibir-bibir vaginanya. Aku jilati dengan penuh nafsu vaginanya yang terbuka. Lidahku bermain di sepanjang celah vaginanya. Dari atas turun ke bawah dan sebaliknya. Aku ulangi terus sampai aku puas.

Sesudah itu aku mulai mengarah ke lubang kenikmatan milik Shinta. Aku berusaha menanamkan lidahku sedalam mungkin. Bahkan aku menekan wajahku ke vagina Shinta. Aku cium, aku jilat, aku gigit dan ingin rasanya aku telan vagina Shinta yang seksi. Tiba-tiba saja dari vaginanya mengalir sedikit cairan berwarna putih, seperti yang dikeluarkan vagina Mama. Padahal selama ini Shinta tidak pernah mengeluarkan lendir saat aku memainkan vaginanya. Setelah puas bermain, kupikir sudah saatnya ke permainan puncak.

Aku rentangkan kedua kaki Shinta dan aku duduk di antara kedua kakinya. Lalu aku lingkarkan kedua kakinya ke pinggangku. Penisku aku arahkan ke vaginanya dan mulai masuk ke dalam lubang kenikmatan miliknya. Aku dorong perlahan. Karena vaginanya telah basah, usahaku jadi lebih mudah untuk memasukkan seluruh penisku. Penisku telah ditelan seluruhnya oleh vagina Shinta. Aku pandang Shinta, di matanya kulihat ia benar-benar takut. Ia tentu tidak tahu kalau selama ini setiap malam aku telah menyetubuhinya. Aku rebahkan tubuhku di atas tubuh Shinta. Dadaku beradu dengan dadanya. Aku bisikan di telinganya..

"Shinta, aku akan menggosok memek kamu dengan kontolku. Aku akan sangat menikmatinya." Kalimat itu membuat diriku sendiri jadi lebih bergairah.

Kumulai menarik pinggulku ke belakang dan diam sesaat. Lalu aku dorong perlahan dan diam sesaat. Aku lihat Shinta memejamkan matanya. Apakah ia menikmatinya? Aku tidak tahu, tapi aku berharap begitu. Aku mulai mempercepat tempo permainanku. Melihat bahwa Shinta tahu bahwa aku menyetubuhinya membuat aku semakin bernafsu. Pada menit keenam, tiba-tiba penisku merasa dijepit dan dilepas berkali-kali. Ternyata Shinta berkontraksi menandakan bahwa ia telah mengalami orgasme. Lalu aku melihat tatapan matanya. Ada pandangan tidak suka sekaligus pandangan bahwa ia bisa merasakan kenikmatan.

Aku peluk tubuh Shinta dan mulutku kini bermain-main di buah dadanya. Sementara gerakan maju-mundur pinggulku kupercepat. Penisku menggesek vagina Shinta dengan cepat. Bunyi decak yang ditimbulkannya sangat seksi. Cepat dan lebih cepat lagi dan aku rasakan sesuatu dari dalam diriku mengalir deras mendorong ke arah penisku dan spermaku muntah ke dalam vagina Shinta. Aku tetap berusaha menggoyang tubuh Shinta dengan tenaga yang ada sementara semakin banyak lagi sperma yang aku tanam di dalam vagina Shinta. Sampai akhirnya seluruh tubuhku serasa mengejang dan tenagaku habis. Pada saat kekuatanku telah habis, aku diamkan penisku di dalam vagina Shinta sesaat. Kunikmati momen-momen ternikmat dalam hidupku ini.

Pada saat aku cabut penisku dari vaginanya, ternyata penisku telah penuh dengan lendir. Dan sebagian lendir itu juga sedikit mengalir dari vagina Shinta. Sungguh seksi. Lalu aku mainkan penisku di bagian luar vaginanya. Sehingga seluruh rambut-rambut vaginanya dipenuhi lendir. Karena lelah, aku merebahkan diri di samping tubuh Shinta. Dan aku terlelap.

Aku terbangun, karena merasa ada sesuatu memukul-mukul tubuhku. Ternyata itu adalah suara Shinta.

"Jahat, jahat, Kak Iwan jahat.", ia protes sambil menangis tapi suaranya pelan. Rupanya pengaruh obat bius sudah hilang. Dan ia tampak marah kepadaku dan sedih. Langsung aku peluk Shinta, tapi ia berusaha menolak. Tapi tentu aku lebih kuat. Lalu aku berusaha menjelaskan..

"Shinta, Shinta sayang, coba dengar ya. Ini bukan pertama kalinya aku bercinta dengan kamu. Coba kamu lihat apakah ada noda darah?". Shinta seperti dapat menerima usulku dan wajahnya mencari-cari apakah ada noda darah di sprei. Tentu tidak ditemukannya. Kalau saja dicarinya dua tahun yang lalu pasti ketemu. Sebelum Shinta berkata sesuatu, aku menjelaskan lagi..

"Aku sudah bercinta dengan kamu sejak dua tahun yang lalu. Hampir setiap malam kamu selalu memuaskan nafsuku. Tapi kamu tidak tahu, baru malam ini saja aku membangunkan kamu sebelum aku menyetubuhi kamu", Shinta seperti tidak percaya.
"Benar, buat apa aku berbohong. Setiap malam aku menyetubuhi kamu, dan semuanya baik-baik saja kan?", aku mencoba menenangkan Shinta dan tampaknya berhasil.
"Dan sebenarnya kamu juga menyukainya kan? Semuanya akan baik-baik saja asal hanya kita yang tahu.", aku sekarang mencoba merayunya. Dan berhasil lagi.

Dan tiba-tiba penisku bangun kembali. Langsung aku peluk lagi Shinta, aku rebahkan dan kutindih tubuhnya. Ia terkejut tapi tidak menolak. Aku ciumi bibirnya dan kali ini ia membalas. Aku ciumi seluruh bagian tubuhnya yang seksi dan ia menikmati. Saat aku menghunjamkan penisku ke dalam tubuhnya, aku tahu bahwa ia memang menginginkannya. Bagaimana pun kami adalah saudara yang ternyata sebenarnya memiliki keinginan terhadap seks yang besar.

Saat bercinta, kami saling berpelukan dan saling menggoyang. Pada permainan kedua aku bermain lebih lama hingga Shinta bisa mencapai dua kali orgasme. Sesudahnya, kami berdua masih bugil dan aku membisikkan sesuatu ke telinga Shinta..

"Shinta, kamu ingin tahu satu rahasia lagi nggak?", aku bertanya. Shinta mengangguk.
"Kalau kamu mau tahu, tunggu besok malam ya", aku meminta Shinta menunggu sampai besok.

Lalu aku mengenakan pakaianku dan kembali ke kamarku. Waktu telah menunjukkan pukul 3.20. Aku pun tertidur. Pada pagi hari saat di meja makan, Shinta sudah duduk lebih dulu. Aku memandangnya dan ia tersenyum. Aku balas tersenyum.

"Kenapa sih hari ini pada kesiangan?", Mama mempertanyakanku dan Shinta karena pagi ini kami bangun kesiangan. Aku dan Shinta saling berpandangan dan saling tersenyum. Pagi itu hanya ada Mama, aku dan Shinta. Karena Papa sejak 2 hari yang lalu telah bertugas di luar kota.

Pada malam harinya, aku sudah menyiapkan sapu tangan dengan pembius dosis normal. Aku berjalan ke kamar Mama. Perlahan aku buka pintunya dan tampaknya Mama sudah tertidur. Saat itu waktu sudah menunjukkan oukul 12 malam. Seperti biasa, aku ciumkan sapu tangan ke wajah Mama. Setelah kurasa cukup aku angkat lagi sapu tangan tersebut. Setelah aku pastikan Mama telah terbius, aku lepaskan seluruh pakaiannya. Lalu aku nyalakan lampu kamar, karena biasanya Mama tidur dengan lampu dimatikan. Lalu aku berjalan ke kamar Shinta dan membangunkannya. Setelah ia terbangun, aku menanyakan Shinta..

"Shinta, mau tahu satu rahasia lagi kan? Nanti lima menit lagi kamu turun ke kamar Mama ya".

Sesudah itu aku turun lagi ke kamar Mama. Di kamar Mama aku segera melepaskan seluruh pakaianku. Sekarang aku dan Mama sudah bugil. Penisku sudah mengeras. Segera aku rentangkan kedua paha Mama dan mulai kujilati vaginanya. Vaginanya mulai mengeluarkan lendir. Segera aku arahkan penisku ke vaginanya. Aku dorong hingga seluruh penisku masuk ke dalam lubang kenikmatan Mama. Aku gesekkan penisku ke dinding vagina Mama perlahan sementara aku melumat buah dadanya dengan mulutku.

Tidak lama kemudian pintu terbuka. Dan Shinta masuk ke kamar. Aku sempatkan diriku melihat reaksi Shinta di tengah kenikmatan yang sedang aku jalani. Shinta tampak terkejut. Dia berjalan mendekatiku untuk memastikan apa yang terjadi. Setelah yakin apa yang terjadi ia hanya diam terpatung. Sementara aku masih sibuk dengan birahiku sendiri. Aku menggoyang Mama lebih cepat dan semakin cepat. Aku ingin menyelesaikan permainanku dengan Mama lebih cepat, karena aku berniat melanjutkannya dengan Shinta.

Tidak lama setelah itu aku menumpahkan spermaku ke dalam vagina Mama. Aku cabut penisku dan mengenakan kembali pakaian Mama serta mematikan kembali lampu kamar. Aku angkat semua pakaianku dan menarik Shinta yang masih mematung kembali ke kamarnya. Kami masuk ke kamar Shinta dan mengunci kamarnya. Aku meminta Shinta untuk membuka seluruh pakaiannya. Karena penisku masih lemah, aku hanya mengajaknya tidur.

Setelah tidur satu jam aku terbangun. Melihat Shinta dalam keadaan bugil penisku bangkit kembali. Maka aku bangunkan Shinta dan mengajaknya untuk melakukan hubungan intim.

"Shinta, ayo bangun. Kita berhubungan intim lagi seperti kemarin yuk.", ajakku.
"Nanti dulu. Aku mau menanyakan satu hal dulu. Apakah kakak juga sudah lama meniduri Mama?", tanya Shinta.
"Oh ya. Yang pertama aku tiduri itu Mama. Setelah itu baru kamu. Tapi Mama masih belum tahu dan sebaiknya tidak perlu tahu. Kamu setuju kan?", aku menjelaskan.

Shinta hanya mengangguk dan tangan kanannya tiba-tiba saja memegang penisku yang telah menegang. Lampu hijau. Langsung aku rebahkan tubuh Shinta dan aku tindih. Aku cium bibirnya yang dibalasnya dengan ciuman yang bersemangat. Sementara itu Shinta terus menggesekkan bagian luar vaginanya dengan penisku. Tampaknya ia sudah tidak sabar. Ketika aku raba vaginanya ternyata sudah basah pertanda telah siap untuk dimasuki penisku.

Aku ambil posisi duduk siap untuk menghunjamkan penisku ke tubuh Shinta. Aku masukkan perlahan penisku sampai seluruhnya tertelan oleh vagina Shinta. Belum aku mulai menggoyangnya, Shinta telah terlebih dulu menggoyangkan pinggulnya. Ia sudah tidak sabar rupanya. Akhirnya kami saling menggoyang, saling memeluk dan saling meraba. Situasi ini membuat nafsuku meledak-ledak tidak terkendali sehingga membuatku terlalu cepat orgasme. Agar Shinta tidak kecewa, aku gantikan posisi penisku dengan jari tengah. Aku gosok secara merata dinding-dinding vaginanya. Dan tidak lama, Shinta pun mencapai orgasme. Aku rasakan jariku ditekan-tekan oleh dinding vaginanya dan disusul rasa hangat dari cairan putih yang mengalir. Tapi aku tidak berhenti, aku terus menggosok vaginanya. Shinta masih menikmatinya.

Sampai pada orgasme kedua ia memohon padaku untuk menghentikan aksiku karena ia mulai kelelahan. Tapi sekarang justru aku yang jadi hot. Langsung aku masukkan kembali penisku ke vagina Shinta. Ia terkejut tapi pasrah. Aku juga tidak berniat menjadikannya permainan yang panjang karena Shinta sudah lelah. Jadi langsung aku goyang tubuh Shinta dengan cepat. Cepat atau lambat tidak masalah selama kedua pihak saling puas. Bagiku lebih baik banyak orgasme dalam sejam daripada cuma sekali.

Tidak sampai sepuluh menit kemudian, akhirnya aku mencapai orgasme lagi. Aku banjiri vagina Shinta dengan spermaku. Karena lelah akhirnya aku tertidur di kamar Shinta sampai pagi. Kami berdua masih tetap dalam keadaan bugil.

Malam itu merupakan malam paling hot dan melelahkan dari dua tahun petualanganku selama ini. Shinta sekarang benar-benar menjadi kekasihku di malam hari. Sejak saat itu beberapa posisi dalam bercinta telah kami coba. Tetapi favorit kami masih tetap posisi konvensional. Sekarang inisiatif untuk bercinta bukan saja dariku tapi juga dari Shinta. Biasanya jika telah lebih dari 4 hari aku tidak menyetubuhinya, maka ia yang akan menagih kebutuhannya.

mama, adik (part1)

Membaca cerita-cerita di sumbercerita.com ini mengingatkan diriku pada 19 tahun yang lalu saat pertama kalinya aku merasakan nikmatnya seks. Saat itu usiaku 11 tahun dan masih duduk di kelas 6 SD. Dan orang-orang pertama yang menjadi pemuas nafsuku adalah Mama dan adikku sendiri.

Sudah sejak berumur 7 atau 8 tahun aku mempunyai keingintahuan dan hasrat yang kuat akan seks. Secara sembunyi-sembunyi aku sering membaca majalah dewasa milik orang tuaku. Biasanya hal itu kulakukan saat sebelum berangkat sekolah dan orang tuaku tidak di rumah. Saat membaca majalah tersebut aku juga beronani untuk memuaskan hasratku.

Pada saat usiaku 10 tahun, hasratku akan pemuasan seks semakin besar, maklum saat itu adalah masa puber. Frekuensiku melakukan onani juga semakin sering, dalam sehari bisa sampai 4 kali. Dan setiap hari minimal 1 kali pasti aku lakukan.

Pada suatu sore ketika aku duduk di kelas 6 SD, saat itu tidak ada seorang pun di rumah. Papa sedang bertugas keluar kota, sedangkan Mama dan adikku sedang mengikuti suatu kegiatan sejak pagi. Aku gunakan kesempatan tersebut untuk menonton blue film milik orang tuaku. Sejak pagi sudah 3 film aku putar dan sudah 4 kali aku melakukan onani. Namun hasratku masih juga begitu besar.

Ada adegan yang sangat aku sukai dan aku sering berkhayal bahwa aku menjadi pemeran pria dalam film itu. Adegan itu adalah saat seorang pria sedang berbaring sementara wanita pertama duduk di atas penis sang pria sambil menggoyangkan pinggulnya dan wanita kedua duduk tepat di atas mukanya sementara sang pria dengan lahapnya menjilati vagina wanita kedua tersebut.

Aku segera menurunkan celanaku bersiap melakukan onani sambil menyaksikan adegan favoritku. Di tengah-tengah kegiatanku dan film sedang hot-hotnya, tiba-tiba terdengar suara pintu pagar dibuka. Saat itu menunjukkan pukul 20.00, ternyata Mama dan adikku sudah pulang. Segera aku kenakan celanaku kembali dan mengeluarkan video dari playernya kemudian meletakkannya kembali di tempatnya. Lalu baru aku membukakan pintu untuk mereka.

"Eh Wan, tolong bantu masukkan barang-barang dong", Mama memintaku membantunya membawa barang-barang.
"Iya Ma. Shin, di sana ngapain aja? Koq sepertinya capek banget sih?", aku menyapa adikku Shinta.
"Wah, banyak. Pagi setelah aerobik terus jalan lintas alam. Sampai di atas udah siang. Terus sorenya baru turun. Pokoknya capek deh.", Shinta menjelaskannya dengan bersemangat.

Setelah itu mereka mandi dan makan malam. Sementara aku duduk di ruang keluarga sambil menonton acara TV. Setelah mereka selesai makan malam, adikku langsung menuju ke kamarnya di atas. Mama ikut bergabung denganku menonton TV.

"Wan, ada acara bagus apa aja?", Mama bertanya padaku.
"Cuma ini yang mendingan, yang lainnya jelek", aku memberi tahu bahwa hanya acara yang sedang kutonton yang cukup bagus.

Saat itu acaranya adalah film action. Setelah itu ada pembicaraan kecil antara aku dan Mama. Karena lelah, Mama menonton sambil tiduran di atas karpet. Tidak lama sesudah itu Mama rupanya terlelap. Aku tetap menonton. Pada suatu saat, dalam film tersebut ada jalan cerita dimana teman wanita sang jagoan tertangkap dan diperkosa oleh boss penjahat. Spontan saja penisku mengembang. Aku tetap meneruskan menonton.

Ketika film sedang seru-serunya, tanpa sengaja aku menatap Mama yang sedang tertidur dengan posisi telentang dan kaki yang terbentang. Baju tidurnya (daster) tersingkap, sehingga sedikit celana dalamnya terlihat. Tubuhku langsung bergetar karena nafsuku yang tiba-tiba meledak. Tidak pernah terpikir olehku melakukan persetubuhan dengan Mamaku sendiri. Tapi pemandangan ini sungguh menggiurkan. Pada usia 29 tahun, Mama masih terlihat sangat menarik. Dengan kulit kuning, tinggi badan 161 cm, berat badan 60 kg, buah dada 36B ditambah bentuk pinggulnya yang aduhai, ternyata selama ini aku tidak menyadari bahwa sebenarnya Mama sangat menggairahkan.

Selama ini aku benar-benar tidak pernah punya pikiran aneh terhadap Mama. Sekarang sepertinya baru aku tersadar. Nafsu mendorongku untuk menjamah Mama, namun sejenak aku ragu. Bagaimana kalau sampai Mama terbangun. Namun dorongan nafsu memaksaku. Akhirnya aku memberanikan diri setelah sebelumnya aku mengecilkan volume TV agar tidak membangunkan Mama. Aku bergerak mendekati Mama dan mengambil posisi dari arah kaki kanannya. Untuk memastikan agar Mama tidak sampai terbangun, kugerak-gerakkan tangan Mama dan ternyata memang tidak ada reaksi.

Rupanya karena lelah seharian, ia jadi tertidur dengan sangat lelap. Dasternya yang tersingkap, kucoba singkap lebih tinggi lagi sampai perut dan tidak ada kesulitan. Tapi itu belum cukup, aku singkap dasternya lebih tinggi lagi dengan terlebih dahulu aku pindahkan posisi kedua tangannya ke atas. Sekarang kedua buah dadanya dapat terlihat dengan jelas, karena ternyata Mama tidak mengenakan bra. Langsung aku sentuh buah dada kanannya dengan telapak tangan terbuka dan dengan perlahan aku remas. Setelah puas meremasnya, aku hisap bagian putingnya lalu seluruh bagian buah dadanya.

Tiba-tiba Mama mendesah. Aku kaget dan merasa takut kalau-kalau sampai Mama terbangun. Tetapi setelah kutunggu beberapa saat tidak ada reaksi lain darinya. Untuk memastikannya lagi aku meremas buah dada Mama lebih keras dan tetap tidak ada reaksi. Walau masih penasaran dengan bagian dadanya, namun aku takut jika tidak punya cukup waktu. Sekarang sasaran aku arahkan ke vaginanya. Mama mengenakan CD tipis berwarna kuning sehingga masih terlihat bulu kemaluannya.

Aku raba dan aku ciumi vagina Mama, tapi aku tidak puas karena masih terhalang CD-nya. Jadi kuputuskan untuk menurunkan CD-nya sampai seluruh vaginanya terlihat. Namun hal itu tidak dapat kulakukan karena posisi kakinya yang terbentang menyulitkanku untuk menurunkannya. Jadi terpaksa aku rapatkan kakinya sehingga aku bisa menurunkan CD-nya sampai lutut. Tapi akibatnya aku jadi tidak bisa mengeksplorasi vagina Mama dengan leluasa karena kakinya kini merapat. Apakah aku harus melepas semuanya? Tentu akan lebih leluasa, tapi jika Mama sampai terbangun akan berbahaya karena aku tidak akan bisa dengan cepat memakaikannya kembali.

Berhubung nafsuku sudah memburu, maka aku putuskan untuk melepaskannya semua. Lalu aku rentangkan kakinya. Sekarang vagina Mama dapat terlihat dengan jelas. Tidak tahan lagi, langsung aku cium dan jilati vaginanya. Lebih jauh lagi, dengan kedua tangan kubuka bibir-bibir vaginanya dan aku jilati bagian dalamnya. Aku benar-benar semakin bernafsu, ingin rasanya aku telan vagina Mama. Tidak lama setelah aku jilati, vaginanya menjadi basah. Setelah puas mencium dan menjilati bagian vaginanya, penisku sudah tidak tahan untuk dimasukkan ke dalam vagina Mama. Aku kemudian berdiri untuk melepas celanaku. Lalu aku duduk lagi di antara kedua kaki Mama dan aku bentangkan kakinya lebih lebar.

Dengan mengambil posisi duduk dan kedua kakiku dibentangkan untuk menahan kedua kaki Mama, aku arahkan penisku ke lubang vaginanya. Tangan kananku membantu membuka lubang vagina Mama sementara aku dorong penisku perlahan. Aku rasakan penisku memasuki daerah yang basah, hangat dan menjepit. Tubuhku gemetar hebat karena nafsu yang mendesak. Setelah beberapa saat akhirnya seluruh penisku sudah berhasil masuk ke dalam vagina Mama dengan tidak terlalu sulit, mungkin karena Mama sudah melahirkan dua orang anak.

Mulailah kugoyangkan pinggulku maju mundur secara perlahan. Kurasakan kenikmatan dan sensasi yang luar biasa. Aku memutuskan untuk memuaskan nafsuku, apa pun yang terjadi. Semakin lama gerakanku semakin cepat. Dengan semakin bernafsu, aku peluk tubuh Mama dan mengulum dadanya, sementara penisku terus bergerak cepat menggosok vagina Mama. Aku sudah tidak peduli lagi apakah Mama akan terbangun atau tidak, biar pun terbangun aku akan terus menggoyangnya sampai aku puas.

Sungguh nikmat. Bahkan lebih nikmat daripada fantasiku selama ini. Setelah aku berjuang keras selama 6 menit, akhirnya aku sudah tidak tahan lagi hingga aku benamkan penisku dalam-dalam ke vagina Mama. Aku rasakan spermaku mengalir bersamaan dengan sensasi yang luar biasa. Seakan melayang sampai-sampai terasa sakit kepala. Aku biarkan penisku beberapa saat di dalam tubuh Mamaku.

Setelah cukup rileks, aku cabut penisku. Aku puas. Aku tidak menyesal. Aku kenakan kembali celanaku. Sebelum aku kenakan kembali CD-Mama, aku puaskan diri dengan meremas-remas vagina Mama. Setelah itu aku rapikan kembali daster Mama. Aku matikan TV dan naik menuju kamarku di atas. Aku langsung rebahan di atas kasurku. Walau aku merasa lelah tapi aku tidak bisa tidur membayangkan pengalaman ternikmat yang baru saja aku rasakan. Pengalaman seorang anak SD yang baru saja melakukan hubungan seks dengan Mamanya sendiri.

Membayangkan hal tersebut saja membuat nafsuku bangkit kembali. Aku berpikir untuk kembali melakukannya dengan Mama. Aku berjalan keluar kamar menuju ruang keluarga. Namun di depan kamar Shinta adikku, entah apa yang mengubah pikiranku. Aku berpikir, kalau Mama saja tidur sedemikian lelapnya maka tentu Shinta juga demikian. Apalagi selama ini Shinta kalau sudah tidur sulit sekali untuk dibangunkan.

Perlahan aku buka kamarnya dan aku lihat Shinta tertidur dengan menggunakan selimut. Aku masuk ke kamarnya dan aku tutup lagi pintunya. Seperti yang sudah aku lakukan dengan Mama, aku juga sudah bertekad akan menyetubuhi Shinta adikku sendiri. Walaupun ia bangun aku juga tidak akan peduli.

Lalu aku singkap selimutnya dan aku lepaskan dasternya serta tidak CD-nya. Sekarang Shinta sudah benar-benar bugil. Karena Shinta belum memiliki buah dada, sasaranku langsung ke vaginanya. Vaginanya sungguh mulus karena belum ditumbuhi rambut. Aku rentangkan kakinya lalu aku cium dan jilati vaginanya. Sekali-kali aku gigit perlahan. Lalu aku buka lebar-lebar bibir vaginanya dengan jariku dan kujilati bagian dalamnya.

Setelah puas menciumi vaginanya, aku bersiap untuk menghunjamkan penisku ke dalam vagina Shinta yang masih mulus. Aku rentangkan kakinya dan aku tempatkan melingkar di pinggangku. Aku ingin mengambil posisi yang memungkinkanku dapat menyetubuhi Shinta dengan leluasa.

Lalu kuarahkan penisku ke lubang vaginanya sementara kedua tanganku membantu membuka bibir vaginanya. Aku dorong perlahan namun ternyata tidak semudah aku melakukannya dengan Mama. Vagina Shinta begitu sempit, karena ia masih kecil (saat itu ia baru berusia 9 tahun) dan tentu saja masih perawan. Tapi itu bukan halangan bagiku. Aku terus mendorong penisku dan bagian kepala penisku akhirnya berhasil masuk. Namun untuk lebih jauh sangat sulit.

Nafsuku sudah memuncak tapi masih belum bisa masuk juga hingga membuatku kesal. Karena aku sudah bertekad, maka aku paksakan untuk mendorongnya hingga aku berhasil. Namun tiba-tiba saja Shinta merintih. Aku diam sejenak dan ternyata Shinta tidak bereaksi lebih jauh. Walaupun aku tidak peduli apakah Shinta akan tahu atau tidak, tetap saja akan lebih baik kalau Shinta tidak mengetahuinya.

Kemudian aku mulai menggoyang pinggulku, tetapi gerakanku tidak bisa selancar saat melakukannya dengan Mama, karena vagina Mama basah dan tidak terlalu sempit, sedangkan milik Shinta kering dan sempit. Aku terus menggesekan penisku di dalam tubuh Shinta semakin lama semakin cepat sambil memeluk tubuhnya. Ada perbedaan kenikmatan tersendiri antara vagina Mama dan Shinta. Karena vagina Shinta lebih sempit maka hanya dalam waktu 3 menit aku sudah mencapai orgasme.

Kubiarkan spermaku mengalir di dalam vagina Shinta. Aku tidak perlu khawatir karena aku tahu Shinta belum bisa hamil. Aku tekan penisku dalam-dalam dan aku peluk Shinta dengan erat. Setelah puas aku kenakan lagi pakaian Shinta baru aku kenakan pakaianku sendiri. Aku berjingkat kembali ke kamarku dan tertidur sampai keesokan paginya.

Pada pagi harinya aku agak khawatir jika ketahuan. Tapi sampai aku berangkat sekolah tidak ada yang mencurigakan dari sikap Mama maupun Shinta. Sejak saat itu aku selalu terbayang kenikmatan yang aku alami pada malam itu. Aku ingin mengulanginya. Dengan Mama kemungkinannya bisa dilakukan jika Papa tidak di rumah. Jadi akan lebih besar kesempatannya jika melakukannya dengan Shinta saja. Walaupun pada saat melakukannya, aku tidak peduli jika diketahui tetapi tetap akan lebih aman jika mereka tidak mengetahuinya. Maka hampir setiap malam, aku selalu bergerilya ke kamar Shinta. Namun aku hanya berhasil sampai tahap melucuti pakaiannya. Setiap kali penisku mulai masuk, Shinta selalu terbangun.

Empat bulan sejak pengalaman pertama, aku belum pernah lagi melakukan sex. Pada bulan kelima, aku masuk SMP dan pada pelajaran biologi aku mengenal suatu bahan kimia praktikum yang digunakan untuk membius. Saat itu aku langsung berpikir bahwa aku bisa menggunakannya bersetubuh dengan Shinta lagi.

Setelah pelajaran biologi, aku mengambil sebotol obat bius untuk dibawa ke rumah. Pada malam hari setelah semuanya tertidur, aku masuk ke kamar Shinta. Sebuah sapu tangan yang telah dilumuri obat bius aku tempatkan di hidung Shinta. Setelah beberapa saat, aku angkat sapu tangan tersebut dan mulai melucuti pakaian Shinta. Dan setelah aku melucuti seluruh pakaianku, aku naik ke ranjang Shinta dan duduk di antara kedua kakinya.

Aku mengambil posisi favoritku dengan menempatkan kedua kakinya melingkari pinggangku. Aku masukkan penisku ke vaginanya dengan perlahan sampai keseluruhan penisku masuk. Goyangan pinggulku mulai menggoyang tubuh Shinta. Aku memeluk tubuhnya dengan erat dan penisku bergerak keluar masuk dengan cepat. Karena aku yakin Shinta tidak akan terbangun maka aku bisa mengubah posisi sesukaku. Seperti sebelumnya, saat pada puncaknya aku biarkan spermaku tertumpah di dalam vaginanya.

Sejak saat itu hampir setiap hari aku menyetubuhi adikku, Shinta. Sesekali jika Papa sedang di luar kota, aku juga menyetubuhi Mama. Alangkah beruntungnya aku. Dengan ilmu pengetahuan, suatu hambatan ternyata dapat diselesaikan dengan mudah.