Saturday, December 22, 2012

mama, adik(part3)

Pada liburan sekolah kali ini aku tidak mempunyai rencana kemana pun dengan teman-temanku. Jadi liburan kali ini aku habiskan di rumah saja. Tapi sebelumnya aku sudah meminjam beberapa video dan majalah porno dari temanku. Seperti sore itu juga, aku sedang membaca-baca majalah tersebut. Selain gambar, ada juga cerita di dalamnya yang membuat majalah tersebut semakin menarik. Tentu membuat aku jadi bernafsu dan ingin bercinta saat itu juga. Seperti biasanya, Shinta adalah pemuas nafsuku. Karena sudah beberapa bulan ini, aku dan Shinta sudah melakukan hubungan seks secara rutin setiap malam.

Tapi saat itu tidak mungkin, hari masih sore dan ada Mama. Terpaksa aku harus memuaskannya dengan bermasturbasi. Aku kunci kamar dan kumulai aksiku. Namun setelah selesai nafsuku hanya berkurang sedikit. Walaupun penisku sudah lemas, aku tetap menginginkan tubuh seorang wanita untuk aku masuki. Setelah aku merana selama setengah jam, tiba-tiba saja Mama memanggilku.

"Wan, turun sebentar", Mama memanggilku.
"Ada apa? Koq rapih Ma?", aku turun menghampiri Mama. Kulihat Mama berpakaian rapih.
"Kamu jaga rumah ya, Mama mau arisan dulu di rumah Bu Trisno". Ternyata Mama mau keluar rumah. Pucuk dicinta ulam tiba.
"Iya deh.", aku menyetujui dengan bersemangat. Dan Mama pun berjalan keluar dan menutup pintu.

Setelah aku menunggu beberapa saat memastikan Mama sudah jalan, aku mencari Shinta. Dia ternyata sedang menonton TV. Langsung aku peluk ia dari belakang, aku ciumi lehernya. Kedua tanganku langsung meraba kedua dadanya.

"Hhmm, Kak Iwan. Lagi kepingin ya?", Shinta merespons aksiku dengan menggoda.
"Kepingin banget. Udah dari tadi, cuma ada Mama. Sekarang mumpung Mama lagi arisan aku ingin ngentotin kamu.", aku kadang menggunakan kata yang kasar untuk saling membangkitkan nafsu kami.
"Wah sepertinya bakalan buas nih.", Shinta terus menggoda.
"Sudah ah, jangan menggoda terus. Cepat buka semua pakaiannya", ujarku sambil melepaskan pelukanku.

Aku lepaskan semua pakaianku. Kemudian aku nikmati pemandangan saat Shinta melepaskan pakaiannya satu-persatu. Ia membuka pakaiannya sambil berdiri. Ia selalu ingin membuat aku, kakaknya-bernafsu atas dirinya. Pertama ia lepas kaos lalu celana pendeknya. Sekarang ia hanya mengenakan bra dan CD. Tubuhnya yang langsing tapi dengan dada 36C serta bokong dan pinggul yang padat berisi selalu membuat aku ingin menyetubuhinya. Kadang aku berpikir, kalau aku tidak bisa mendapatkan pacar yang lebih seksi (setidaknya sama), maka aku akan ketergantungan seks dengan Shinta.

Shinta mencoba memperlambat melepaskan bra-nya. Aku sudah tidak sabar. Aku dekati ia dengan bertumpu pada lututku. Aku turunkan CD-nya sampai pergelangan kaki. Secara spontan Shinta menggerakkan pergelangan kakinya agar CD-nya terlepas. Sekarang kami telah sama-sama bugil.

Shinta masih berdiri dan aku dekatkan wajahku pada vaginanya yang licin (aku selalu memintanya untuk mencukur rambut di vaginanya). Dengan kedua tanganku, aku tekan bokongnya sehingga vaginanya menekan wajahku. Aku ciumi vaginanya sementara kedua tanganku meremas-remas bokongnya. Aku puaskan bagian luarnya terlebih dahulu. Shinta menikmatinya dengan santai. Belahan vaginanya menggoda aku untuk menelusurinya. Lidahku mulai bergerak menelusurinya dari atas dan turun perlahan ke bawah. Shinta meregangkan kakinya memberi ruang bagi wajahku agar dapat menjangkau lebih jauh.

Agar lebih nyaman, aku meminta Shinta untuk telentang. Dan ia pun merebahkan tubuhnya di atas karpet di ruang keluarga. Tanpa menunggu lama, kembali aku arahkan wajahku ke vaginanya. Shinta pun membuka lebar-lebar kedua pahanya. Aku buka bibir-bibir vaginanya dengan kedua tanganku. Sementara bibir dan lidahku bermain-main di antara klitoris dan lubang vaginanya. Aksiku membuat vaginanya benar-benar basah dan siap untuk dimasuki oleh penisku.

Wajahku bergerak ke atas. Bagian perut, di bawah dada dan bagian dada. Aku kulum dadanya bagian kanan sedang bagian kirinya aku remas dengan tangan kananku. Secara bergantian kedua dadanya aku remas, cium dan kulum. Nafas Shinta mulai terdengar tidak teratur menandakan bahwa ia sudah benar-benar bernafsu. Sudah saatnya masuk ke puncak acara.

Aku angkat kedua paha Shinta dan aku dekatkan penisku ke vaginanya. Shinta segera memegang penisku dan membantu mengarahkan ke lubang kewanitaannya itu. Aku dorong penisku dengan perlahan namun pasti memasuki vagina Shinta sampai akhirnya seluruh penisku masuk. Aku tekan dan diamkan sesaat penisku di dalam. Aku dengar Shinta mendesah.

"Kak, jangan lama-lama. Ayo digoyang dong", pinta Shinta sudah tidak tahan.

Dan aku pun segera menggoyang pinggulku maju mundur. Kupercepat tempo permainanku dan tampaknya Shinta semakin menikmatinya. Kulihat wajahnya yang tersenyum sementara matanya terpejam. Memang tidak ada hal di dunia ini yang senikmat seperti saat ini.

Posisi menggoyang sambil duduk aku ubah. Kini kedua paha Shinta melingkari pinggangku sedangkan aku memeluk tubuhnya dengan tanganku melingkari punggungnya. Kami benar-benar merapat. Sambil aku ciumi bibirnya dengan buas, aku percepat tempo permainannya. Selain bunyi becek yang dibuat oleh penisku dan vaginanya yang basah, permainan itu juga disertai suara hentakan antara pahaku dan paha Shinta karena doronganku yang keras.

Kami sudah benar-benar terbakar nafsu. Nafas kami sudah tidak beraturan. Hanya goyanganku yang tetap berjalan agar penisku bisa mendapatkan kenikmatan dari sentuhan dengan vagina Shinta. Suara yang keluar dari mulut Shinta bukan sekedar desahan perlahan tapi juga sudah disertai teriakan-teriakan kecil.

"Uh.. Oh.. Terus Kak. Goyang lebih dalam lagi.", kata-kata itu berulang kali diucapkannya.

Ucapannya membuat dadaku semakin berdegup kencang. Semakin membuatku bernafsu menyetubuhi Shinta. Kadang-kadang aku ubah doronganku dengan frekuensi yang lebih lambat tapi dengan hentakan yang lebih keras. Shinta tampak merasakan sakit tapi sebenarnya menikmatinya.

Saat kami sedang diombang-ambing dalam lautan nafsu. Aku terkejut, karena kulihat sekilas di pantulan TV, aku melihat Mama memperhatikan kami. Ternyata aku dan Shinta tidak memperhatikan kedatangan Mama sebelumnya. Kami tidak mendengar Mama membuka pintu karena kami lupa mengunci pintu dan Mama datang dari arah belakang kami. Aku tidak tahu sudah berapa lama Mama memperhatikan kami. Shinta pun belum mengetahui kedatangan Mama. Karena Mama tidak berbuat apa pun, aku meneruskan aksiku.

Aku mulai merasa lelah tetapi penisku masih tetap keras. Shinta pun sudah mendapatkan sekali orgasme. Agar segera mendapat kepuasan, aku percepat lagi permainan. Shinta yang sudah mendapatkan orgasme tampak lebih santai. Sedangkan Mama tetap memperhatikan kami. Akhirnya setelah total permainan selama hampir 20 menit, penisku mulai merasakan dorongan. Dorongan tersebut semakin besar dan seperti biasa aku tumpahkan di dalam vagina Shinta. Setelah habis aku masukan penisku dalam-dalam dan aku diamkan. Aku biarkan penisku berdenyut di dalam vagina Shinta.

"Shinta, aku sayang kamu deh", ujarku tanpa mencabut penis yang sengaja kuucapkan agar Mama mendengarnya.
"Aku juga sayang kakak. Kak Iwan selalu bikin Shinta puas", Shinta membalas ucapan sayangku. Dan kami pun berciuman sambil saling mengusap tubuh.

Begitu aku lihat di TV, sudah tidak ada bayangan Mama. Ternyata Mama bisa datang dan menghilang tanpa kami sadari. Tampaknya Mama pura-pura tidak tahu dengan apa yang terjadi. Sedangkan Shinta tidak tahu kalau Mama sempat memperhatikan kami. Hanya aku yang tahu apa yang terjadi. Tapi pada sore harinya, Mama memanggilku sementara Shinta masih di kamarnya. Aku menghampiri Mama di ruang TV.

"Wan, Mama mau bicara dengan kamu."
"Ada apa Mam, koq serius banget sih?", aku bisa memperkirakan apa yang akan Mama bicarakan, tapi pura-pura tidak tahu.
"Mama kecewa dengan kamu. Sangat kecewa."
"Kenapa Mam?", sekali lagi aku berpura-pura tidak tahu.
"Wan, Shinta itu kan adik kamu. Tapi kamu malah menidurinya". Mama tampak serius tapi tidak kulihat adanya kemarahan.
"Oh yang Mama lihat tadi sore ya?", aku mengarahkan langsung ke pointnya. Dan Mama tampak terkejut.
"Jadi kamu tahu kalo Mama memperhatikan kalian? Dan kamu tidak menghentikannya?".
"Tahu koq", aku jawab dengan tenang. Sebelum Mama berkata apa-apa, aku melanjutkan..
"Aku dan Shinta sudah lama melakukannya. Sudah sekitar tiga tahunan". Mama tampak lebih terkejut lagi.
"Semuanya baik-baik saja kan Mam. Dan Mama juga tahu kalo Shinta juga menyukainya. Bahkan kalo sudah seminggu tidak melakukan, Shinta akan nagih Mam."
"Kalo Mama marah sih, Iwan sama Shinta hanya bisa ndengerin. Tapi kalo untuk berhenti susah Mam. Kalo nggak ada siapa-siapa pasti kami akan melakukannya lagi. Pasti Mama juga ngerti", lanjutku lebih jauh. Mama diam sesaat. Kemudian akhirnya memberikan jawaban..
"Benar, kelihatannya bakal susah untuk menghentikan kalian. Sebenarnya Mama tadi shock banget, ngeliat kedua anak Mama saling bersetubuh. Tadinya Mama khawatir kalo kamu memperkosa Shinta. Tapi tadi Mama ngeliat, bahwa Shinta juga menyukainya. Jadi yang penting hati-hati saja. Jangan sampai Shinta hamil. Dan satu lagi, jangan sampai orang lain tahu apalagi Papa kamu".
"Mama tenang saja. Iwan sudah tiga tahun melakukannya. Dan aman-aman saja kan?", aku menenangkan Mama.
"Jadi kamu sudah meniduri Shinta sejak kamu SD ya? Terus kamu kapan aja melakukannya?", Mama jadi ingin tahu.
"Ya kalo sudah malam, Mam. Kadang-kadang di kamar Shinta, kadang-kadang di kamar Iwan. Atau kalo tidak ada siapa-siapa di rumah selain Iwan dan Shinta."
"Pantas saja, sekarang kamu dan Shinta sering ngga mau kalo diajak kemana-mana. Seberapa sering kamu dan Shinta bercinta?", satu lagi pertanyaan dari Mama.
"Seminggu bisa lebih dari 6 kali. Minimal 4 kali seminggu kalau Shinta ngga lagi M.", jawabku.

Ada beberapa tanya jawab lainnya antara aku dan Mama. Keingintahuan Mama membuatku ingin mengungkapkan satu rahasia lagi ke Mama. Yaitu, bahwa aku juga telah menyetubuhinya. Tapi tanpa informasi mengenai obat bius tersebut tentunya.

"Wan, jadi kamu pernah bercinta dengan siapa saja selama ini?", Mama bertanya. Dalam pikiranku, kebetulan sekali pertanyaan itu.
"Dengan Shinta, jadi dua orang Mam."
"Mm. Satu orang lain itu pacar kamu ya?", Mama sok menebak.
"Bukan Mam. Kan Iwan belum punya pacar."
"Lalu siapa dong, teman kamu ya?", tanya Mama.
"Bukan juga."
"Siapa dong, Mama jadi penasaran". Mama benar-benar penasaran. Pikirnya anak siapa lagi yang telah aku setubuhi.
"Mama mau tahu ya? Tapi jangan marah ya."
"Iya. Mama mau marah gimana lagi? Siapa sih satu orang lagi itu?".
"Mama", aku menjawab dengan tenang.
"Siapa?", entah Mama merasa salah dengar atau memang tidak dengar.
"Mama", aku ulangi jawabanku. Sekali lagi Mama tampak kaget penuh rasa tidak percaya.
"Mana mungkin. Kamu jangan mengada-ada, Wan."
"Benar. Cuma aku melakukannya saat Mama sedang tidur. Sebelumnya aku memastikan bahwa Mama sudah tertidur pulas". Mama mendengarkan dengan serius.
"Biasanya sih kalo Papa lagi keluar kota Mam. Sebenarnya pengalaman pertama Iwan, ya dengan Mama, baru dengan Shinta".

Tampaknya Mama mulai mempercayai dengan apa yang aku katakan. Maka aku ceritakan awal pertama kali pengalaman seksku. Setelah aku menceritakan panjang lebar, Mama bertanya..

"Jadi kamu sudah meniduri Mama dan adik kandung kamu sendiri. Dasar anak nakal. Mana yang lebih kamu suka, Mama atau Shinta?", aku agak terkejut juga dengan pertanyaan Mama.
"Sama-sama enak Mam. Kalo bisa sih, Iwan bisa dapet dua-duanya terus".

Mendengar itu Mama tersenyum dan berdiri lalu berjalan ke kamar. Namun entah bagaimana, tiba-tiba saja aku jadi bernafsu. Aku ingin meniduri Mama saat ini juga. Bagaimana rasanya bersetubuh dengan Mama dalam keadaan sadar. Lalu aku pun menyusul Mama ke kamar. Mama rupanya sedang rebahan sambil memegang buku. Lalu aku duduk di pinggir ranjang di samping Mama.

"Ma, boleh nggak Iwan meniduri Mama sekarang. Iwan jadi kepingin banget".
"Dasar anak nakal. Mentang-mentang nggak dimarahin, langsung aja minta", Mama hanya tersenyum. Walaupun tidak mengiyakan tetapi Mama juga tidak tampak marah. Maka aku kejar lagi..
"Gimana, boleh ya Mam".

Sementara itu tanganku mulai bermain-main di paha di balik daster Mama. Dan lalu tanganku mulai meraba-raba vagina Mama. Usahaku membuahkan hasil. Nafsu Mama pun akhirnya muncul. Ia membiarkan tanganku bermain-main, bahkan Mama merentangkan pahanya. Jari-jariku bermain-main di celah-celah vaginanya. Vaginanya yang semakin basah dirasakan oleh jari-jariku.

"Wan, kalo kamu mau.. Cepetan ya. Biasanya setengah jam lagi Papa kamu pulang", sambil tersenyum Mama menyetujui permintaanku.

Mama langsung membukakan dasternya. Sedangkan aku membantu menarik CD-nya. Setelah itu aku lepaskan semua pakaianku. Mama segera membentangkan pahanya. Karena waktunya singkat, Mama menginginkan langsung ke permainan utama. Aku pun menempatkan tubuhku di atas tubuh Mama. Mama memegang penisku yang telah keras dan mengarahkan ke vaginanya. Baru masuk sedikit, Mama langsung menarik pinggangku agar penisku segera didorong memasuki lubang kenikmatannya itu. Begitu seluruh penisku masuk, Mama langsung menggoyang-goyangkan pinggangnya hingga membuat penisku terasa nikmat diputar-putar.

"Wan, ayo ditarik-dorong dong punya kamu". Tanpa perintah dua kali, aku langsung memenuhi permintaan Mama.
"Wan, Mama mau seperti yang kamu lakukan dengan Shinta ya. Goyang Mama yang kuat ya sayang. Mama ingin kamu muasin Mama. Bikin Mama kelelahan ya", pintanya.

Sekali lagi aku penuhi permintaannya. Kami saling menggoyang. Setelah lima menit, kami berganti posisi. Aku di bawah, sedangkan Mama menduduki penisku. Ia menggoyang sambil memutar-mutar pinggulnya. Aku biarkan Mama melakukan apa yang diinginkannya. Aku ingin Mama puas. Aku ingin menyenangkan Mama. Salah satunya adalah dengan memberinya kepuasan seks.

Dan tiga menit sesudah berganti posisi, akhirnya Mama mencapai orgasmenya. Gerakannya semakin lambat dan berhenti. Langsung aku duduk dan peluk tubuh Mama. Aku rebahkan dia, sekarang kembali ke posisi awal. Aku di atas Mama. Aku goyang pinggulku, agar penisku dapat merasakan dinding-dinding vagina Mama. Aku hentakkan pinggulku dengan keras. Aku tarik lagi. Dan hentakkan lagi.

Setelah permainan cepat selama hampir lima menit, aku sudah tidak dapat membendung kenikmatan yang mengalir dari seluruh tubuh melalui penisku. Aku tebarkan benih-benihku di dalam vagina mamaku. Tapi saat itu aku merasakan lagi denyutan di dalam vaginanya. Mama orgasme lagi. Setelah saling memuaskan, kami mengenakan pakaian kami masing-masing. Mama menyuruhku naik ke atas, sedangkan Mama mandi.

Di lantai atas aku menuju kamar Shinta, dan menceritakan apa yang baru saja aku alami. Shinta tampak antusias. Dan ia pun berkomentar..

"Kalo gitu kita bisa lebih sering dong. Bisa kapan aja". Aku hanya tersenyum dan mengangguk.

Selama liburan seminggu itu, aku 8 kali meniduri Mama. Biasanya aku melakukannya pada pagi hari, sesaat setelah Papa berangkat ke kantor. Dan sejak itu aku tidak takut dimarahi Mama kalau ingin bercinta dengan Shinta. Bahkan saat kami bertiga menonton TV, aku dapat dengan leluasa meminta Mama atau Shinta bercinta. Tapi kami tidak pernah melakukannya bertiga. Aku dan Shinta biasa melakukannya dimana saja di dalam rumah. Tetapi Mama hanya mau melakukannya di kamar tidur.

Pernah sekali pada suatu pagi, saat Papa sudah berangkat ke kantor, aku dan Shinta sudah mengenakan seragam sekolah kami dan siap berangkat. Tiba-tiba saja aku merasa bergairah melihat Shinta dalam seragam sekolahnya. Akhirnya aku meminta Shinta untuk mau bercinta saat itu juga. Shinta memang adik yang baik, memahami keinginan kakaknya. Akhirnya kami pun melakukannya dalam posisi berdiri. Shinta menungging di meja makan. Aku angkat roknya dan aku turunkan CD-nya sebatas lutut. Aku pun memasukan penisku ke vaginanya dari belakang. Mama yang menyaksikan kami hanya menggelengkan kepala.

Sampai aku kuliah di tingkat 3, Shinta dan Mama selalu membahagiakan aku. Menghilangkan tekanan di kepalaku dan terutama di penisku. Bagaimana pun kami satu keluarga. Yang mempunyai kesamaan. Berusaha memberi kebahagiaan, kepuasan dan kenikmatan. Ya, selama sepuluh tahun.

Sejak tingkat 3, aku mulai mempunyai pacar. Sampai saat ini sudah 4 orang yang menjadi pacarku. Namun sejak 2 tahun yang lalu aku mendapatkan pacar yang seksi seperti Shinta. Beruntungnya aku. Kami saling menyayangi. Ia merasa sangat beruntung memiliki aku. Karena aku penuh perhatian dan memahami kebutuhannya, sementara ia berasal dari keluarga broken-home. Selain itu aku juga selalu dapat memuaskan nafsunya pula.

Setelah berjalan satu setengah tahun, aku menceritakan fakta tentang hubunganku dengan Mama dan Shinta. Pacarku langsung marah dan menyatakan putus. Tapi sebulan sesudah itu ia kembali lagi. Mungkin ia merasa kami aneh, tapi aku selama ini selalu bisa membuatnya bahagia. Dan sampai sekarang ia tetap menjadi kekasihku. Mungkin tahun depan kami akan menikah. Semoga kami bahagia.


E N D

No comments:

Post a Comment