Saturday, February 9, 2013

mbak ku is guruku

Teman-teman akrabku waktu SMP
hilang semua sewaktu aku masuk
SMA. Karena hanya aku saja yang
masuk di sekolah negri, teman yang
lainnya masuk sekolah swasta.
Bukannya sombong, aku termasuk orang yang punya otak lumayan
juga. Di dalam komplotanku, aku
termasuk anak yang sulit bergaul
dengan lingkungan yang tidak
sejalan dengan kemauan sendiri.
Tapi jangan dikira aku anak yang nakal, justru kebalikannya, tidak
suka berkelahi atau membuat
keributan. Keras kepala memang,
tapi tidak suka memaksakan
kehendak. Ini yang menyebabkan aku dan
komplotanku yang sepaham
memilih keluar dari kepengurusan
organisasi sekolah, dan membuat
kegiatan sendiri (mading). Kami
menjadi apriori terhadap organisasi sampai sekarang, karena setiap
kegiatan organisasi sering
dijadikan acara pacaran
pengurusnya dan tidak untuk
menjalankan program kerja. Dan
mading buatan kami selalu ditunggu-tunggu semua siswa,
karena menurut mereka sangat
menarik dibandingkan dengan
yang lainnya. Inilah yang
membuatku merasa sendiri di
lingkungan yang baru, yang mana mengharuskanku memakai celana
panjang (biasanya pakai celana
pendek tanpa underwear). Sangat
risih. Tapi ada satu sisi yang harus
kusadari, aku harus dapat unjuk diri.
Toh anak-anak yang satu SMP dulu
masuk sekolah ini juga kehilangan
teman-temannya yang diandalkan
untuk jadi tukang pukul. Hari pertama masuk penataran
(perlu diingat, saat ini masih masa
orde baru) kami diperkenalkan
kepada guru-guru PPL yang
berjumlah sekitar 9 orang. Ada satu
PPL wanita yang menarik, Is namanya. Body-nya biasa saja,
tidak pendek tapi tidak dapat
dibilang tinggi. Penampilannya
anggun. Suaranya aku suka, jernih
dan merdu kalau menyanyi. Yang
tidak kusuka adalah penampilannya yang lainnya, yaitu
terlalu menor. Hari pertama itu aku langsung
dihukum Bu Is (guru PPL), karena
melanggar ketertiban sewaktu
diskusi. Gila, disuruh berdiri di
depan kelas, mana aku tidak pakai
celana dalam lagi. Aku harus berdiri di sebelah kursinya, dan
secara tidak langsung aku
diharuskan melihat pahanya yang
mulus itu dengan rok yang kalau
dia duduk terangkat sampai
sebatas lutut. Apalagi dengan posisiku yang disuruh berdiri,
dengan tinggi badan 170 cm akan
dapat melihat dengan jelas garis
belahan dadanya dari atas
sewaktu dia duduk. Ala maak..
serba salah rasanya. Apalagi sewaktu dia mengambil
bollpoin-nya yang jatuh, sehabis
menunduk dan mau mengambil
posisi tegak lagi, kibasan pakaian
bagian dada yang memang agak
rendah, memperlihatkan dengan jelas buah dadanya di balik BH
dengan kain cup yang tipis dan
tidak begitu luas. Sehingga banyak
area payudaranya yang sempat
kulihat. Kencang.. mulus.. dan
transparansi daerah puncaknya yang warnanya terlihat lebih tua
dibandingkan kulit dadanya. Adik
kecilku menggeliat dan kucoba
untuk menahan gejolak, agar tidak
bergerak kemana-mana. "Kamu tetep berdiri di situ. Dan
yang lain.., jangan dicontoh teman
kalian ini." kata Bu Is.
Teman-teman pada tertawa riuh
mendengarnya. Wah.. seram juga
orang ini. Tidak disangka deh kalau orang secantik dia bisa marah.
Dengan mata yang memelototiku,
aku merasa menjadi aneh. Tidak
seperti biasanya kalau orang
dimarahi ketakutkan, aku malah
sedikit melamun seolah ingin mendekapnya dengan kencang
dan menengadahkan wajahnya
untuk melumat bibirnya yang merah
dan menikmati matanya yang
walaupun melotot karena marah
menjadi sangat indah. Walaupun aku belum pernah
merasakan ciuman, tapi aku dapat
merasakan nikmatnya seperti yang
pernah kulihat di Video porno (Di
desa anak-anak memutar BF ramai-
ramai kalau salah satu dari mereka yang punya video kebetulan
orangtuanya lagi tidak ada.
Walaupun desa, yang namanya
video waktu itu bukan barang
mewah, karena kebanyakan
orangtua mereka pernah menjadi TKI dan membeli videonya dari
sana). Mendadak tersadar setelah terasa
ada sesuatu yang menyentuh adik
kecilku. Aku jadi sangat gugup.
Tapi ada perubahan sikap pada Bu
Is, jadi lebih lembut dan menyapa
dengan manja kepadaku seolah tak percaya.
"Kamu bisa mainin gitarya..? Sudah
kamu main gitar sambil kita sama-
sama nyanyi lagu daerah.."
katanya sambil menyorongkan
gitar di depanku dan menyenggol adik kecilku.
Teman-teman satu kelas pada
tertawa riuh. Aku jadi sadar teman-
teman tadi mentertawaiku karena
batang kemaluanku menyembul
dan bergerak liar di balik celana abu-abuku. Aduh.., wajahku terasa
panas dan malu. Untung saja gitar
itu langsung kusambar dan siap-
siap mau memainkan, sekalian
untuk menekan batang kemaluanku
yang gerakannya semakin liar. Tetapi pada posisi ini sangat tidak
enak untuk main gitar, karena posisi
gitar terlalu ke bawah, yang
semestinya pada posisi perut untuk
main gitar dengan berdiri. Aku ambil
keputusan turun dari lantai depan papan tulis yang memang lebih
tinggi 20 cm dari lantai bawah
bangku. Aku duduk di atas bangku
temanku terdepan. Tapi Bu Is lihat
tidak yaa.. tadi. Ah semoga tidak
melihat. Ahh.. EGP! Dan akhirnya kami pun bernyanyi bersama-sama,
dan dari sini saya tahu kalau dia
suaranya boleh juga. Sejak peristiwa itu aku jadi sangat
akrab dengan Bu Is yang kalau di
luar sekolah biasa kupanggil Mbak
Is. Aku sering main ke tempat kost-
nya yang tidak begitu jauh dari
tempatku, dan kebetulan dia kontrak satu rumah dengan teman-
teman angkatannya. Tidak ada
yang namanya ibu kos di
tempatnya, sehingga tempatnya
sering jadi tempat main teman-
temanku, baik sore maupun malam hari. Dan aku sering ke sana untuk
main gitar dengan mas-mas dan
mbak-mbak PPL. Apalagi dia yang
mau bisa main gitar (dengan alasan
biar kalau ingin menyanyi bisa main
gitar sendiri) tidak mau diajarikan siapa-siapa selain aku. Padahal
aku tidak seberapa mahir. Tapi aku suka. Dia manja, dan
kalau memanggilku dengan
panggilan 'sayang' kalau sedang
di luar sekolahan. Aku tidak berpikir
yang macam-macam, toh teman-
teman satu kontrakannya juga tidak ada yang berpiikir macam-
macam padaku. Dan aku tahu salah
satu teman PPL-nya ada yang
naksir sama dia, dan dia (temannya
yang naksir itu) tidak akan pernah
cemburu padaku, walaupun untuk anak SMA dengan tinggi badan 170,
aku masih terlihat seperti anak
kecil, apalagi aku kalau
memanggil Bu Is WWW.UDAHGEDE.COM dengan sebutan
'mbak'. Keakraban kami tidak hanya di luar
sekolah. Kebetulan dia pegang
mata pelajaran Kimia. Salah satu
pelajaran yang paling aku tidak
suka. Sewaktu aku keluar kelas dan
mau ke kamar kecil dan melewati ruang guru, aku dipanggil.
"Dy.. sini..!" katanya.
Wah.., dia pakai blus dengan
potongan leher yang pendek lagi,
(bajunya banyak yang model gitu
kali) dan dibalut jas almamaternya dengan kancing yang terbuka
semua, juga masih dengan model
rok yang sama. "Ada apa..?" jawabku.
Aku ditarik masuk ke ruang guru.
Sepi tidak ada satu orang pun. Aku
dibimbingnya berjalan menuju satu
meja dan berdiri menempel ke bibir
meja. Dia berdiri di belakangku dengan tangan kirinya menopang
meja sebelah kiri merapat ke
pahaku, dan tangan kanannya
bergerak di kanan badanku
mengambil lembaran kertas buram. "Besok aku mau ngadain ulangan.
Ini soalnya, kamu baca dan kamu
pelajari..!" katanya.
Aku terdiam. Posisiku sangat tidak
enak, aku ditekan dari belakang,
badannya agak miring ke kanan dengan tangan yang terus corat-
coret di kertas buram. Pantatku
yang tidak seberapa besar
menempel ketat di sekitar daerah
pusarnya. Tetapi punggungku
terasa ada sesuatu yang asing menempel hangat dan empuk
(maklum, sebelumnya aku tidak
pernah merasakannya). Setiap dia menerangkan dengan
mencorat-coret kertas, badannya
bergerak ke kanan dan ke kiri
dengan tekanan-tekanan. Membuat
punggungku terasa ada tekanan
sensasi nikmat yang berputar-putar. Batang kemaluanku langsung
bergerak. Edan..! Aku tidak
memakai celana dalam. Dia terus
menerangkan dengan antusias.
Bau parfumnya halus sekali. Aku
jadi kelimpungan, dia terus menekan-nekan punggungku
dengan dadanya. Kadang-kadang
aku juga merasakan pantatnya
sering digeser-geser untuk
menekan pangkal atas pahanya ke
pantatku dengan sedikit menjinjingkan kaki, walau dia pakai
sepatu hak tinggi. Hangat sekali
rasanya. Aku berkeringat dan tidak dapat
berpikir jernih. Dia terus saja
menerangkan. Setiap selesai
menerangkan satu bahasan soal,
dia memandangku sambil menekan
lebih keras badannya ke punggungku, bahkan terasa dia
merangkulku dengan satu tangan
kirinya yang ditempel dan ditekan
keras ke pahaku. Jari-jarinya sedikit
menyentuh batang kemaluanku.
Ah.., makin lain saja rasanya. Satu sisi aku takut kalau dia tahu ada
yang tidak beres dan memalukan
pada diriku, karena sangat-sangat
jelas batang kemaluanku
menyodok kain celanaku hingga
membentuk gundukan yang tidak wajar pada pangkal paha. Bergerak-gerak lagi. Wah aku rasa
denyutannya semakin kencang
sampai aku tidak dapat mengontrol
perasaanku, badanku terasa tidak
menginjak lantai. Apalagi bila dia
menatapku dengan pertannyaan, "Sudah mengerti..?" dengan sedikit
mendenguskan nafasnya ke arah
dadaku.Terasa hangat. Dan tangan
kiri yang yang menempel ketat di
pahaku dengan jari-jari yang
kadang seolah-olah mau mengelus tonjolan batangan kemaluanku di
balik celana seragam. Ah.. aku rasa
dia tahu dan mengerti perubahan
keadaanku. Aduh aku tidak dapat
mengontrol diri lagi, aku sudah
tidak dapat merasakan denyutan batang kemaluanku, rasanya
tegang sekali dan seolah-olah mau
pecah. Apalagiu ketika dengan sedikit
disengaja (mungkin), posisi kuku
jari tengahnya menempel tepat di
tonjolan celana dan pada area
kepala batang kemaluanku.
Digaruknya pelan dan lembut. Saat itu aku langsung tegang dan
seolah-olah ada suatu yang
menjalar pada tubuhku, persendian
terasa lepas dengan keringat
dingin sedikit membasahi
punggungku yang panas, juga pangkal pahanya dan pahaku
yang semakin terjepit ke bibir meja.
Mbak Is terasa mamaksa
merangkulku dengan tangan kanan
yang tadi memegang pen, dilepas
dan mencengkeram tanganku. Dan tangan kirinya langsung saja
ditekan dan digesek-gesekkan
dengan cepat di tonjolan
celanaku. Seolah-olah ada
keraguan untuk meremas. Aku diam dan sedikit mengeluh, dia
pun begitu. Terasa ada yang
hangat dan basah pada celanaku,
perih juga rasanya lubang kepala
batang kemaluanku. Mbak Is
berjingkat sambil melihat telapak tangannya yang basah. Setengah
sadar kutarik nafas dan bergerak
menghindar dan berusaha keluar
ruang guru dengan tubuh terasa
melayang tanpa menoleh
memperhatikannya lagi. Tidak tahu apa perasaanku waktu itu. "Aku keluar dulu. Biar kupanggil
Eko untuk lihat soal itu.." kataku.
"Dy.. kamu bawa saja..! Nanti
malam kembalikan di tempatku..!"
potongnya. Aku tidak memperhatikannya, dan
mengurungkan niat kembali ke
kelas untuk memanggil Eko agar
membaca soal itu juga. Aku tidak
balik masuk ke dalam ruangan
untuk mengambil kertas soal, tetapi langsung ke kamar kecil. Langsung
kubuka celana dan menarik batang
kemaluan yang masih keras dan
berdenyut-denyut dengan
berirama. Ada cairan putih kental
membasahi kain dalam celanaku dan tembus keluar. Aku langsung
berusaha konsentrasi buang air
kecil. Rasanya sulit, perih dan
panas sekali. Lama aku berusaha
mengeluarkannya, dan akhirnya
keluar juga. Aduuhh.. periihh.., dan saluran
airnya terasa panas sekali. Benar,
terasa kebakar. Selesai keluar
habis, panasnya tidak hilang. Aku
berusaha tenang dengan
merendam kepala batang kemaluanku ke dalam gayung
berisi air penuh. Masih saja terasa
panas, padahal airnya dingin.
Kudiamkan saja, toh dengan situasi
seperti ini aku tidak enak untuk
masuk kelas. Apalagi batang kemaluan ini kalau lagi bangun
keras sekali, pasti deh bikin
tonjolan keluar. Sebenarnya
ukuran punyaku lebih kecil dari
punya teman-temanku di kampung,
sekitar 14,5 cm dengan lingkar 12 cm saja, bengkok ke kanan lagi. Ini
aku tahu karena seringnya aku
main dan berenang bersama
mereka. Aku pun menunggu sampai
semua beres, walau sampai bel
istirahat. Tidak apa-apa, sekalian bolos. Tidak hanya dalam mata
pelajaranya saja dia membantu.
Pada saat ujian matematika pun,
walau dia mengajar di kelas
sebelah, selalu dia sempatkan
menengokku dan membantu menyelesaikan tugas dengan
memberikan jawaban pada
selembar tissue. Dan tidak ada
yang tahu selain teman sebangku
aku. Teman sebangkuku ini sangat
akrab denganku. Dengannya pula aku membangun komplotan (Kami
sebut komplotan karena selalu
oposisi pada organisasi sekolah)
bersama seorang anak yang kami
tuakan, Avin namanya. Dia tinggal
kelas, sebenarnya tidak nakal (nakal menurutku = suka berkelahi).
Komplotan kami sebenarnya tidak
takut berkelahi, tetapi kalau ada
yang 'jadi', kami juga tidak takut
'beli'. Nanti ada ceritanya. Mungkin
kalau menurut bahasa anak sekarang 'cool'. Dari dia juga, ada rencana
mengajak kumpul malam minggu di
pantai dengan Mbak Is dan teman-
temannya yang lain. Sambil bakar
jagung dan nyanyi-nyanyi, PPL
semuanya pada ikut. Kami bikin acara api unggun, ngomong ngalor-
ngidul, nyanyi-nyanyi dan main
gitar. Dan dimana ada aku, di situ
Mbak Is selalu ada. Walau disana
ada temannya yang naksir dia,
sikapnya biasa saja. Dan kami sering berangkulan bertiga dengan
Mas Itok (PPL Bhs. Inggris). WWW.UDAHGEDE.COM Mas Itok
pun tidak pernah curiga denganku.
Dia mengerti kalau Is itu manja,
anak bungsu (tidak punya adik
dong) dan dia menganggap aku ini adiknya. Tetapi kalau ada apa-
apa, Mbak Is pasti merangkulku. Aku jadi tidak enak juga lama-
lama. Padahal tubuhku biasa saja,
cenderung kurus. Jika dibandingkan
dengan Mas Itok yang walaupun
lebih pendek dariku, tetapi dia
dapat dikatakan memiliki bentuk tubuh yang atletis. Kulitnya sedikit
gelap dibandingkan dengan kulit
Mbak Is yang kuning langsat
'cerah', kulit orang jawa yang bersih
terawat dengan payudara yang
walau dari luar kelihatan biasa saja tapi kalau dilihat benar-benar
lumayan besar. Mungkin satu
genggaman tangan lebih sedikit,
kencang lagi. Toh aku pernah
secara tidak sengaja juga pernah
melihat dan merasakan gesekan- gesekan di punggungku, jadi aku
dapat mengira-ngira berapa
ukurannya. Aku tambah tidak mengerti sewaktu
Mbak Is tidak mau diajak pulang
sama Mas Itok, karena alasan
sudah dini hari. Akhirnya ditinggal
pulang juga, karena disitu toh ada
aku. Dan Mbak Is semakin tidak kumengerti. Dia semakin erat saja
memelukku pada posisi berbantal
di pahaku dengan wajah
dibenamkan dekat selangkangan.
Tangannya melingkar di
punggungku. Aku takut batang kemaluanku akan bergerak-gerak
lagi. Memang sudah dari tadi terasa
sudah tegang sekali karena
terangsang bergesakan badan
terus dengannya. Apalagi sekarang
wajahnya dibenamkan ke selangkanganku dengan
hembusan nafasnya yang tidak
teratur dan hangat. Sudah tidak bisa dicegah lagi,
batang kemaluanku terasa
berontak dan langsung menonjol
membetuk gundukan hebat di balik
celana menekan wajahnya.
Kepalang basah dan tidak dapat dicegah lagi. Sudah hilang rasa
maluku, dan seopertinya dia yang
sengaja demikian. Tapi aku tidak
mengerti, aku harus bagaimana.
Wajahnya malah seolah-olah
digesek-gesekkan dan ditekan ke selangkanganku. Dan pelukannya
ke punggung malah semakin
kencang saja. Posisiku yang duduk
dengan satu kaki bersila dan
satunya lagi selonjoran di tanah
menyulitkanku untuk bergerak bebas. Ditambah lagi
ketidakberanianku untuk.. Ah
ngaco.., Avin yang sedari tadi
memperhatikanku mendekat
mengendap-endap di hadapanku.
Kasih kode yang tidak kumengerti. Mbak Is semakin tidak karuan saja,
sekarang dia malah seolah-olah
mau menggigit batang kemaluanku
yang menyembul menekan celana.
Avin masih pada tempatnya dengan
tangan dan mulut bergerak-gerak tapi tidak kumengerti maksudnya.
Aku sekarang semakin terasa sakit
karena Mbak Is telah benar-benar
menggigit batang kemaluanku, dan
tangannya yang melingkar di
punggungku dilepaskan satu untuk memegang tonjolan itu. Aku
meringis menahan nikmat, geli,
sakit.. tidak karuan. Sekarang tangan yang satunya
malah dilepaskan dari pinggang
dan kedua-duanya memegang
batanganku, lalu berusaha
membuka resletingku. Aku semakin
gemetaran saja. Begitu celana terbuka batanganku terasa
melompat keluar, dan dia langsung
saja nyosor mengulumnya.
Nafasnya semakin tidak beraturan.
Aku merasa kegerahan. Dia
langsung merubah posisi jongkok sambil membenamkan wajahnya
mengulum habis batangan.
Tanganku dibimbingnya menyentuh
buah dadanya. "Dy.. pegang ini sayang.. remaass..
sayaangg.. ngg.. sstt.. nikmat
sayangg.. sstt.."
Tanganku gemetaran dan langsung
kuremas keras-keras. Langsung
kutarik ke bawah BH tipisnya, tapi tetap tidak bisa. Hanya sedikit
yang menyembul keluar, aku
kesulitan menjamahnya. Tangan
Mbak Is langsung menyusup ke
dadanya sendiri. Ternyata melepas
kaitan BH-nya. Aku tidak ngerti kalau kaitan itu ada di depan, dan
kalau toh tahu belum tentu aku
dapat melepaskan kaitan itu. Sekarang buah dadanya
menggantung bebas dan aku jadi
leluasa meremasnya. Rasanya
aneh.. empuk, padat, hangat..
belum pernah aku merasakan
sensasi seperti ini. Batang kemaluan disedot-sedot.. nikmat,
dan aku meremas-remas buah
dadanya yang kenyal dan asing
rasanya. Seumur-umur belum
pernah aku merasakan meremas
buah dada wanita. Apalagi dengan batang kemaluanku dihisap-hisap.
Avin merayap dan mendekat. Lewat
kode-kodenya aku jadi mengerti
kalau aku disuruhnya meletakkan
tanganku pada pantat Mbak Is
yang nungging itu. Kuelus-elus pantat yang tak begitu besar tapi
padat itu. Sekonyong-konyong
tangan Mbak Is membuka
reitsletingnya sendiri. "Sini sayangg.. masukkan sini
sayaangg.."
Aku selusupkan tangan kananku
masuk ke dalam celananya.
Kuraba-raba sampai ke
selangkangannya yang paling sempit. Aku tidak menemukan apa
yang ingin kucari. Kecuali ada
sedikit daging yang membukit dan
hangat rasanya. Tangan kiriku yang
dari tadi bebas tanpa aktifitas kini
kualihkan untuk menarik celananya agar lebih turun ke bawah dan aku
jadi lebih bebas bergerak meraba-
raba selangkangannya. Dia semakin liar saja menghisap
batang kemaluanku sampai pada
pangkal bawah dekat telur puyuh.
Dijilatnya penuh nikmat. Dan
celananya sudah turun sampai atas
lututnya, dan dia berusaha mengangkangkan kakinya, tetapi
tidak dapat karena tertahan lingkar
pinggang celananya. Tetapi sedikit
lumayan, aku dapat menemukan
gundukan daging di selangkangan
yang sudah basah. Coba kutekan- tekan sedikit, sepertinya bisa
cekung ke bawah. Dia semakin
mendesis-desis tidak karuan. Avin
sudah dekat. Aku diam saja
sewaktu tangan Avin mencoba
menyusup ke balik celana dalam Mbak Is yang tipis dan berwarna
pink itu. Avin mengulurkan
telunjuknya dan menyusupkannya,
lalu menekannya dan masuk
setengah jari. "Aduhh.. ssaayangg.. eehhmm..
terruuss.. sayaangg.. ngg.. aakkhh..
teerruuss.. ss.." erangannya
menjadi-jadi.
Aku jadi mengerti kalau lubang itu
mungkin yang disebut vagina, lubang kewanitaan yang bisa untuk
hubungan seks. Langsung saja
kumasukkan satu jariku mengikuti
jari Avin yang sudah masuk ke
dalam.
"Aaauugghh.. hh.." Mbak Is tersedak menghisap batangku sewaktu jariku
dan jari Avin masuk bersamaan di
lubangnya.
Jari-jari tangannya mencengkeram
keras di batangku dengan kuku-
kukunya yang panjang terawat menancap daerah sekitar
kemaluanku. "Aaauu.. sakiit..!" aku menjerit.
Mbak Is langsung mau bangun, tapi
tanganku yang kiri langsung
membenamkan kepalanya lagi
untuk menghisap batang
kemaluanku. Aku takut nanti Mbak Is tahu kalau Avin yang menusuk
kemaluannya dengan jari.
"Ssudaahh.. Dy.. akuu.. nggaak..
kuaatthh.. llhheebb.. bbeebb.."
Aku semakin kasar saja bertindak
dengan membenamkan wajahnya, dan dia tersedak lagi. Aku merasa
batang kemaluanku sampai
menyentuh pintu tenggorokannya.
Dan dia batuk-batuk, tapi masih
saja menghisap batang
kemaluanku sambil menangis mengiba-iba nikmat dan tidak jelas
apa yang diucapkannya. Sekonyong-konyong Avin sudah
memelorotkan celananya dengan
setengah berdiri bertumpu pada
lutut, siap mengeluarkan batang
kemaluannya sendiri sambil
merapatkan satu jari telunjuk pada bibirnya, menyuruh aku untuk diam
saja. Kubantu Avin menurunkan CD
Mbak Is yang basah membentuk
lintangan panjang oleh lendir. Kini
aku dapat melihat dengan jelas.
Disitu ada bulu-bulu yang tidak begitu lebat bila dibandingkan
punyaku dan Avin. Belahan
pantatnya begitu sempurna. Padat,
kenyal, bersih dan tidak ada
perbedaan warna seperti punya
teman-teman yang biasa kutahu. Mbak Is mengerang sewaktu aku
berusaha membantu Avin melepas
celana panjang dan CD Mbak Is
biar berada lepas dari lututnya,
sehingga kakinya dapat lebih lebar
mengangkang. Avin mencoba menggeser penisnya pelan-pelan
ke mulut lubang Mbak Is. WWW.UDAHGEDE.COM Terlihat
mengkilat kepala penis Avin oleh
lendir Mbak Is yang terkena
terpaan cahaya bulan malam itu.
Pelan-pelan disodoknya masuk ke dalam.
"Bblleebb ss.. sstt.. niikmaatt..
shaayyaangg.. aauughh.."
erangnya tanpa tahu penis orang
lain yang menusuk vaginanya.
"Aughh.. terruusshh.. sshh.. sshh.. saayyaangg.. teruss.. shh.. sshh..
sshaayyangg.. shh.." Kepalanya digoyang-goyang keras
ke kiri dan ke kanan tanpa mau
melepas batang kemaluanku
dengan cengkeraman kuku
tangannya yang menghujam panas
di selangkanganku. "Aauu..!" jeritku tertahan.
Kutarik tangannya dari
kemaluanku, tapi tanganku malah
dipegangnya dan diarahkan ke
dadanya. Kuremas habis
payudaranya yang kenyal, kupelintir putingnya yang kecil dan
lancip. Daging yang tadi
menggelatung bebas kini kuremas
dan kupelintir dengan kedua
tanganku. Gelengan kepalanya ke
kiri dan ke kanan semakin keras, kadang-kadang kepalanya
dibentur-benturkan ke
selangkanganku. Nafasnya memburu dengan
desisan yang tidak menentu.
Punggungnya ditekan lebih ke
bawah dan payudaranya hampir
menyentuh rumput-rumput tanah.
Tanganku jadi tidak hanya memelintir dan meremas
payudaranya saja, tetapi juga
menahan tubuhnya. Kepalanya
sedikit mendongak ke atas dengan
rambut yang semakin awut-awutan
menutupi wajahnya dan mulutnya menganga lebar merasa
kenikmatan yang tidak kumengerti
seberapa dahsyat yang Mbak Is
dapat dari sodokan penis Avin
dengan ukuran yang lebih pendek
dari punyaku itu. Posisi dia ini menyebabkan pantat
Mbak Is semakin menungging
terangkat ke atas. Bertambah
indah, aku kagum melihat
bentuknya, walaupun tidak begitu
besar tapi didukung perutnya yang kecil, apik, jadi terkesan berbody
gitar. Suara-suara cepakan pantat
yang beradu dengan pangkal paha
seolah tidak dihiraukan oleh Mbak
Is. Dia mengerang dan goyangan
pinggulnya semakin hebat. Desisan nafasnya semakin cepat dan dia
semakin kuat mencengkeram
kemaluanku. Pada tahap berikutnya seolah dia
tegang luar biasa, menjerit kecil.
"Aacckhh.. aahh.. cceeptt..
shhaayyaang..!" badannya sedikit
mengejang dan tiba-tiba dikulum
dan dihisapnya lagi batangku yang tadi hanya dicengkeram saja.
Aku semakin terhanyut iramanya,
kuremas-remas payudaranya
dengan kuat. Sekonyong-konyong
ada rasa yang menjalar kuat pada
saluran batangku. Mbak Is tanpa kuduga menggigit dengan kuat
batangku yang keras itu diikuti
sentakan yang cepat dan kuat
pada pantatnya yang beradu
dengan perut Avin dengan vagina
yang masih disodok-sodok penis. "Aakkhh..!" aku menjerit panjang
dan lirih, merasa sakit dan nikmat.
Ada rambatan aneh pada saluran
kemaluanku. Rasanya tulang-
tulangku copot dari persendian dan
saraf-sarafku terasa kendor setelah ketegangan luar biasa dan
lama yang kurasakan. Aku jatuh
rebah telentang setelah sekian
lama bertahan pada posisi duduk.
Batang kemaluanku terasa
memuntahkan muatannya yang dari tadi tertahan oleh ketidaktahuanku
akan seks. Terasa hangat
membanjiri rongga mulut Mbak Is
dan langsung ditelannya. Karena
saking banyaknya yang
kukeluarkan dan dia sendiri habis mengalami sentakan hebat dan
lemas, sampai dia terbatuk-batuk
tersedak air maniku. Mbak Is mencoba bangun, terkejut
dan mau menjerit ketika dia sadar
masih ada sesuatu yang menusuk-
nusuk kemaluannya, sementara
posisiku melintang dari tubuhnya.
Avin cepat-cepat membekap mulutnya dari belakang, dan aku
coba membantu Avin dengan
memeluk tubuh Mbak Is. Mbak is
manangis hebat, wajahnya
dibenamkan ke pundakku. Aku
merasa sodokan-sodokan hebat dari tubuh Mbak Is karena digenjot
Avin dari belakang. Avin mengerang
dengan tubuh yang sedikit
gemeter. "Aaakkhh.. Iiisshh.. Aaakkhh..
sshhuddaakhh.. hh.." dia
mengerang dengan menancapkan
habis-habis punyanya ke dalam
vagina Mbak Is yang sudah basah
itu. Dia rangkul pundak Mbak Is
dengan penis masih menancap
disana. Setelah avin melepaskan
penisnya dari vagina, Mbak Is jadi
lebih bebas berubah posisi duduk
di pangkuanku dan memelukku erat-erat sambil menangis sejadi-
jadinya. Rupanya dia sadar kalau
ada orang yang selain aku yang
memberinya kenikmatan, tetapi dia
tidak mengerti kalau itu Avin.
Kawanku dan juga muridnya di sekolah.. TAMAT

1 comment:


  1. Best sangat cerita ni.. Buatkan saya nak baca tiap hari..
    Tumpang Iklan
    Sudahlah tu bang...Dah tak tahan dah ni..
    Sabar sayang... sikit lagi ni..
    >>>Enlargexl:Besarkan Zakar <<<

    ReplyDelete