Monday, January 28, 2013

hadiah ultah

ala itu matahari sudah hampir terbenam, di balik garasi itu terlihat langit sudah memerah dan perlahan-lahan menghitam. Sebuah kendaraan kijang berjalan menuju garasi kecil yang seluruh dindingnya terbuat dari besi itu. Kijang itu tertutup debu tebal, membuat warna asli kendaraan itu sulit dikenali begitu juga dengan nomor polisinya. Dan di sisi mobil itu sudah tidak ada lagi jendela, yang ada hanya sepasang ventilasi di pintu belakang yang ditutupi oleh kawat nyamuk. Dan dua jendela di depan dilapisi kaca film yang gelap sekali hingga sulit melihat bagian dalam kendaraan itu.

Di dalam kijang itu, kursi yang ada hanya tinggal kursi supir dan penunpang di kirinya, kursi di bagian belakang telah dihilangkan untuk memberikan ruang yang lebih luas. Dua orang duduk di kursi depan, dan dua lagi seorang ayah dan anaknya yang berumur enam belas tahun, duduk di lantai mobil menjaga apa yang baru saja mereka dapatkan dari kota.

Roy menjalankan mobil itu masuk ke dalam garasi dan menghentikannya di tengah garasi itu. Ia dan Toni segera keluar dari kabin depan dan melemaskan otot-otot mereka. Mereka seperti telah mengemudi selama berjam-jam, tapi ketika Toni melihat jam tangannya ternyata mereka baru 45 menit meninggalkan kota.

Mereka berjalan ke belakang kijang itu dan membuka pintu belakangnya. Johan dan anaknya Dani keluar sembari melemaskan tubuh mereka. Kemudian mereka menurunkan gulungan karpet kotor yang berwarna kuning dan menghamparkannya ke atas lantai garasi itu. Setelah itu mereka membopong seorang gadis berusia 16 tahun yang tak sadarkan diri dan membaringkannya di atas karpet tadi. Kedua tangan gadis itu terikat ke belakang dan mulutnya disumpal dan diikat oleh sebuah saputangan. Roy perlahan menepuk-nepuk pipi gadis itu, berusaha membuatnya sadarkan diri lagi.

Gadis itu membuka matanya, tidak menyadari sekelilingnya yang gelap, sampai sebuah cahaya menyilaukan menyala tepat di atasnya. Ia mnegerjapkan matanya berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya yang baru saja menyala itu. Ia berusaha menggerakkan tangannya tapi tak berhasil. Kemudian ia mendengar suara pria berkata ,"Nah, dia udah sadar tuh!" tapi gadis itu tidak bisa mengenali siapa yang mengucapkannya.

Lampu tadi yang sempat menyilaukan gadis itu ternyata hanya sebuah lampu kecil yang membuat ruangan itu bercahaya suram, membuat bayangan-bayangan tubuh di dinding garasi itu. Gadis itu mengedipkan matanya hingga penglihatannya kembali jelas. Kemudian ia melihat empat sosok pria mengelilinginya. Tiga diantara orang itu berumur sekitar 35-40 tahun, dan yang satu lagi remaja yang sebaya dengan dirinya. Gadis itu memperhatikan satu persatu wajah orang itu, dan rasa panik mulai mengalir ke seluruh tubuhnya. Salah satu dari orang itu berlutut di sebelahnya. Tubuhnya besar dan kekar, melihat bentuk tubuhnya orang bisa menebak bahwa ia adalah orang yang kuat dan kasar. Orang itu menatap tubuh gadis itu dan kemudian ia seperti termangu melamun. Wajah orang itu tampak kejam dan tak berperasaan, ia memakai kemeja dan ikat pinggangnya tampak memantulkan sinar ke mata gadis itu, dan sebuah benjolan terlihat dibalik celana jeans yang dipakainya, tangan orang itu mulai mengusapi benjolan yang ada di bawah ikat pinggangnya.

Orang di sebelahnya juga memakai kemeja dan jeans, tapi tubuhnya terlihat lebih pendek dan wajahnya bercukur bersih. Salah satu tangan orang itu menggantung di ikat pinggangnya sementara yang lainnya dibiarkan di sisi tubuhnya. Orang itu menjilati bibirnya ketika matanya menatap tubuh gadis itu dari kepala hingga kakinya, membuat gadis itu dapat merasakan pancaran nafsu yang terlihat di mata orang. Gadis itu semakin ketakutan ketika orang itu mengulurkan tangannya dan meremas buah dadanya.

Remaja yang ada disamping kanan gadis itu memandang laki-laki yang ada di sebelahnya.

"Boleh Pih?" tanyanya.

"Boleh dong." Jawab laki-laki itu, sambil membimbing tangan remaja itu menuju buah dada gadis itu, "Kita kan mau seneng-seneng malem ini." Remaja itu meremas dan menarik buah dada gadis itu, menyakitinya, sembari mendesah senang, sementara tangannya merabai bagian bawah tubuhnya sendiri. Ayahnya juga melakukan hal yang sama sembari melepaskan beberapa kancing kemejanya membuat gadis itu dapat melihat dada orang itu yang berbulu.

Tiba-tiba gadis itu dapat mengingat kembali apa yang telah dialaminya. Ia sedang berjalan menuju kamar hotelnya setelah makan siang di restoran hotel, sebuah cottage di hotel bintang lima. Ia berada di kota itu untuk mempromosikan albumnya bersama produser dan managernya. Ia bisa mengingat sebuah mobil kijang menyusulnya dan berhenti tepat di depannya, ia ingat bagaimana pintu belakang mobil itu terbuka dan dua pasang tangan menarik tubuhnya masuk, ia ingat betapa sakitnya ketika tangannya ditekuk ke belakang dan sebuah tangan membekap mulutnya ketika ia mulai menjerit minta tolong, ia bisa mengingat bagaimana mereka memukulinya ketika ia meronta-ronta. Ia teringat ketika mereka dengan kasar melepaskan t-shirt dan jeans yang ia pakai dan kemudian melepaskan BH dan celana dalamnya yang kemudian digunakan untuk menyumpal mulutnya. Ia ingat ketika orang yang bertubuh besar tadi mengingat tangannya ke belakang dengan t-shirtnya yang dirobek-robek. Ia ingat ketika itu ia mendengar sang ayah menyebut dirinya "hadiah ulang taun anak gue yang ke enam belas." Dan yang terakhir ia ingat adalah wajahnya dihantamkan ke dinding mobil, membuatnya tidak sadarkan diri.

Sekarang mereka berbicara mengenai dirinya, berdebat mengenai siapa yang dapat giliran pertama dan apakah mereka harus melepaskan ikatannya atau tidak. Penis Toni sudah kesakitan saking tegangnya, tapi ia belum mau mengeluarkannya. Ia ingin menikmati setiap menit dari malam ini, mereka hanya melakukan ini satu tahun sekali. Ia ingin agar penyanyi yang cantik ini mengingat dirinya, selamanya. Toni kemudian berdiri dengan tubuh gadis di antara kedua kakinya kemudian ia menarik rambut gadis itu hingga ia bangun dan duduk di hadapannya, orang yang lain mulai bersorak dan bersuit. Toni memajukan pinggulnya ke arah wajah gadis itu, tepat di depan mata yang bersinar ketakutan.

"Lo mau ini, gadis manis?" tanyanya sinis, memajukan pinggulnya hingga benjolan di bawah ikat pinggangya bersentuhan dengan hidung gadis itu. Gadis itu mengeluarkan suara erangan yang menyedihkan, kemudian memalingkan wajahnya. Toni langsung marah dan meraih kepala gadis itu dengan kedua tanganya untuk kemudian dibenamkan ke bagian bawah tubuhnya itu.

"Gue nggak peduli lo mau apa nggak!" bentaknya pada gadis itu,"Tapi lo tetep musti ngerasain semuanya, tapi yang jelas bakalan sakit!"

Gadis itu memejamkan matanya dan menahan nafasnya ketika kepalanya dipegangi dan dibenamkan ke tubuh orang itu. Toni kemudian mendorong kepala gadis itu hingga membentur lantai, kemudian menariknya kembali ke arah pinggulnya.

"Buka mulut lo brengsek! Lo musti liat barang gue!"

Gadis itu membuka matanya dan gemetar sakit dan ketakutan. Toni kemudian melepaskan pegangannya dan dengan kasar melepaskan kain yang menyumpal di mulut gadis itu dan membuangnya ke lantai. Roy memungutnya dan mengusapkannya ke bagian tubuhnya yang sudah menegang juga. Sementara itu gadis itu berbaring megap-megap menghirup udara, mulut dan tenggorokannya terlalu kering untuk bisa bersuara. Toni merogoh saku jeansnya dan mengeluarkan pisau lipat. Ia membuka pisau itu dan menempelkannya ke leher gadis itu. Pancaran rasa takut di mata gadis itu membuat penis Toni makin sakit karena terlalu tegang. Tiba-tiba Toni membalikan tubuh gadis itu dan memotong ikatan tangannya. Tangan gadis itu terbebas dan tubuhnya kembali dibalik dan ditarik hingga terduduk lagi.

Kendati tenggorokannya kering gadis itu berhasil membuat suara yang terdengar lirih dan kering.

"Kenapa?" tanya gadis itu hampir tak terdengar.

Semuanya tertawa.

"Karena lo ada di tempat yang salah, di waktu yang salah, Alda sayang. Tadinya gue mau nyewa WTS di hotel itu buat ngerayain ulang taun anak gue yang ke enam belas. Tapi pas kita mau nyewa cottage, eh pas lo lewat di depan kita. Kebetulan anak gue seneng banget kalo liat video klip lo di TV. Abis lo seksi banget sih, mana dada lo bunder banget lagi. Anak gue nge-fans banget sama lo, dia biasa onani sambil liat video klip lo! Jadi apa salahnya kalo kita pake lo buat ngerayain ultah anak gue." Kata Johan menyeringai. "Kan biasa aja. Lo biasa diundang buat nyanyi, sekarang lo nggak usah nyanyi lo tinggal ngelayanin kita semua pake badan lo aja. Yang jelas ultah anak gue emang paling spesial taun ini, soalnya lo, Alda, penyanyi yang terkenal mau jadi bagian. Betul nggak?!"

Ketiga orang yang lain hanya menyeringai mendengar perkataan Johan. Toni kembali mendorong kepala Alda hingga terbenam ke pinggulnya, sekarang keras sekali hingga ikat pinggang Toni membekas di dahi Alda. Setiap bagian dari tubuh Alda yang telanjang bulat gemetar. Walaupun ia masih perawan dan selama ini belum pernah melihat penis, selain cerita dari teman-temannya, ia menyadari bahwa benjolan yang dirasakannya sekarang adalah penis yang telah menegang dan siap digunakan.

"Ambil nafas dalem-dalem," perintah Toni. Alda menurut. Sulit sekali untuk bisa menghirup udara, ia hampir kehabisan nafas. Sebuah bau yang tidak pernah dirasakan sebelumnya masuk ke hidung Alda membuatnya hampir muntah.

"Lo seneng Alda?" kuku jari Toni makin terbenam di kulit kepala Alda ketika ia makin membenamkan wajah Alda ke pinggulnya. Hidung Alda terasa sakit, dan yang terlihat sekarang hanya warna biru jeans Toni. Alda mengambil nafas lagi, dan sekarang semakin sulit.

Toni melepaskan Alda dan Alda langsung mundur ke belakang.

"Lo liat ikat pinggang ini?" tanya Toni.

Alda memandang ikat pinggang kulit yang tebal itu serta logam yang ada diujungnya. Ketika ia melihat Toni menunggu jawabannya ia mengangguk ragu-ragu.

"Nah, gue bakalan pake ini buat mukulin badan lo yang seksi itu, terus dan terus sampe lo berharap kalo lo lebih baek mati."

Mata Alda terbelalak dan rasa takut di tubuhnya berlipat ganda.

"Dan ini bakal ninggalin bekas itu badan lo, dan nggak bakal penah bisa ilang lagi. Dan gue seneng banget kalo gue bisa bikin lo begitu. Lo mau gue bikin badan lo begitu?"

Alda mendorong tubuhnya menjauh hingga membentur roda belakang kijang tadi. Toni tetap berdiri dan memandangnya. Penisnya terasa makin sakit, melihat Alda yang selama ini hanya bisa dilihatnya di TV, ada di depannya gemetar ketakutan.

"Lo mau nggak?!" bentak Toni, membuat tubuh Alda melonjak terkejut.

Alda menggelengkan kepalanya.

"Wah, sayang banget." Kata Toni sambil menyeringai. "Mau nggak mau lo tetep musti ngerasain juga!"

Roy dan Johan tersenyum lebar. Dani menatap semuanya dan sangat menyukai semua yang dilihatnya. Ia belum pernah bernafssu seperti ini seumur hidupnya. Sudah menjadi impiannya sejak pertama kali ia melihat Alda di TV, ia sangat menginginkan gadis itu. Ia punya rekaman video klipnya dan ia selalu memutarnya setiap kali ia melakukan onani. Ia membayangkan tubuh Alda dalam dekapannya sementara ia menyetubuhinya. Dan ketika ayahnya mengajak ia merayakan ulang tahunnya dengan meniduri seorang WTS ia gembira sekali. Ia semakin melangit ketika melihat Alda melintas di depan mobil mereka dan mereka langsung merubah rencana mereka dengan menculik penyanyi itu sebagai hadiah ulang tahun untuk dirinya. Dani sudah tidak sabar lagi, malam ini adalah malam dimana ia pertama kali meniduri perempuan, dan yang akan ditidurinya adalah Alda, penyanyi pujaannya.

"Sekarang," kata Toni, "Lo ke sini dan bukain iket pinggang gue, terus kasihkan ke gue!"

Tubuh Alda membeku. Ia tidak dapat bergerak walaupun ia ingin.

"CEPET!!" Toni berteriak. Suaranya membuat Alda takut membayangkan apa yang akan dialaminya jika ia tidak menuruti perintah itu segera.

Pelan-pelan, dengan kaki dan tangan gemetar, Alda merangkak mendekati Toni. Dengan tubuh telanjang bulat, ia merasa kepanasan di garasi yang gelap itu. Udara di dalam garasi sudah panas karena keringat dari keempat orang yang sudah sangat bernafsu itu. Alda berlutut di depan Toni dan mengangkat tangannya perlahan, kedua belah tangannya seperti diganduli oleh sesuatu yang berat. Ketika tangan Alda mendekati ikat pinggang Toni, telapak tangannya bersentuhan dengan benjolan di bawahnya, benjolan itu langsung berdenyut-denyut seakan berusaha merobek jeans Toni untuk bisa keluar. Alda terpana melihat itu. Ia sendiri merasa lebih takut melihat apa yang ada di balik jeans itu daripada ancaman dipukuli oleh Toni tadi.

Perlahan Alda mulai melepaskan ikat pinggang Toni, sambil berusaha tidak menyentuh atau melihat benjolan yang terus berdenyut itu. Ia memandang wajah Toni yang terus menyeringai kejam, tidak peduli pada tatapan Alda yang memelas.

Alda kemudian menarik ikat pinggang itu hingga terlepas dari jeans Toni dan memeganginya di tangannya.

"Tekuk jadi dua," perintah Toni.

Alda menekuknya.

"Kasihkan ke gue."

Alda tidak mampu menurutinya.

"Cepetan brengsek!" bentak Toni membuat Alda kembali terkejut.

Alda perlahan mengangkat tangannya dan memberikan ikat pinggang itu ke tangan Toni. Ketika Toni memegang ikat pinggang itu, ia langsung mengayunkannya ke wajah Alda sekeras mungkin hingga Alda terlempar jatuh ke lantai, jeritan serak terdengar keluar dari mulutnya yang kering.

"Dan, kasih dia minum," kata Toni,"Om nggak bisa denger dia jerit!"

Dani mengambil sekaleng bir dari mobil. Ia membukanya dan meneguknya beberapa kali , kemudian ia mengangsurkannya ke Alda. Alda tidak bergerak, masih gemetar dan menangis kesakitan akibat pukulan Toni tadi. Dani kemudian menjambak rambut Alda yang ikal dan panjang, membuat kepala Alda mendongak. Dir itu kemudian dituangkan ke mulut Alda yang langsung menelannya.

"Lo juga musti telen semua punya gue nanti ya sayang," kata Dani pada Alda.

Johan mengambil kaleng bir tadi dan meletakannya di lantai. Alda megap-megap dan mengerang kali ini dengan suara yang lebih jelas. Johan mengangkat dan memeluk tubuh Alda dari belakang sehingga Alda bisa merasakan bulu-bulu du dada Johan menempel di punggungnya yang telanjang. Ia memegang salah satu tangan Alda kemudian menggerakannya merabai benjolan di celana Dani.

"Rasakan itu!" perintah Johan sambil terus membuat Alda merabai bagian bawah tubuh Dani. Alda dapat merasakan dinginnya logam di ikat pinggang Johan di pinggulnya, kasarnya rambut di dada Johan, dan panasnya nafas Johan di lehernya. Johan terus menggerakan tangan Alda merabai bejolan yang makin membesar di tubuh Dani.

"Anak gue baru aja bilang kalo dia milih lo buat malem pertamanya. Bilang terima kasih."

Alda tidak bersuara untuk beberapa saat, tapi rasa takut membuatnya menurut.

"Terima kasih," katanya pada Dani. Dani hanya tersenyum.

"Lo lebih baek bilang sekarang sayang," katanya, "Kalo nanti mungkin susah kalo punya gue udah masuk ke mulut lo." Alda kembali merasakan panik di seluruh tubuhnya lagi.

Johan kemudian meremas vagina Alda keras-keras dan mendorong pinggul Alda ke belakang. Alda dapat merasakan benjolan panjang Johan tepat di belahan pantatnya.

"Dan lo bakalan dapet punya gue di pantat lo sayang," kata Johan pada Alda, sambil melemparkan tubuh Alda ke arah Toni lagi. Alda menjerit kesakitan ketika tubuhnya terbanting ke lantai di bawah kaki Toni. Sebelum jeritan Alda habis, Toni sudah menjambak rambut Alda dan menariknya hingga berlutut. Johan dan anaknya duduk di lantai bersandar pada mobil. Johan merangkul bahu Dani dan menawarinya bir. Mereka memandang satu sama lain dan tersenyum lebar sambil mengosoki penis mereka yang sudah tidak sabar untuk ambil bagian. Di sebelah Dani, duduk Roy yang sekarang sedang menciumi wangi tubuh Alda yang masih menempel di celana dalam dan BH-nya.

Air mata mengalir deras di pipi Alda ketika Toni mengangsur pinggulnya ke depan wajah Alda lagi.

"Celana gue rasanya udah sempit banget nih, Alda sayang," kata Toni dengan nada merajuk,"Gimana kalo lo buka celana gue jadi lo bisa mainin barang gue." Toni membuka kancing celana jeansnya dan menggiring kepala Alda mendekat ke pinggulnya.

"Sekarang tarik retsleting celana gue pake gigi lo, atau gue pukul lagi pake iket pinggang gue." Alda menangis makin keras membuat orang-orang itu semakin bernafsu.

Dengan ketakutan ia mendekat dan menggigit retsleting jeans Toni dan menariknya ke bawah. Hidung Alda mencium aroma yang asing ketika benjolan penis Toni terlihat lebih jelas di balik celana dalam Toni yang basah berkeringat. Bau itu sangat memualkan Alda membuatnya ingin muntah.

Toni kemudian mundur setelah Alda selesai menarik retsleting jeansnya. Ia kemudian mengangkat kaki kirinya ke arah Alda.

"Bukain sepatu gue," katanya.

Alda menurut melepaskan kedua sepatu Toni, berusaha keras untuk tidak melihat ke arah penis Toni. Alda kemudian menaruh sepatu itu ke samping.

"Sekarang kaos kaki gue."

Alda menarik kaos kaki Toni. Keduanya juga basah karena keringat. Membuka kaos kaki itu ternyata lebih sulit dari apa yang dibayangkan oleh Alda. Ketika selesai Alda menempatkan keduanya di dalam sepatu Toni.

Toni kemudian kembali menarik Alda berdiri dan mendekat ke tubuhnya, Alda dapat merasakan penis Toni yang berdenyut-denyut di perutnya. Merasakan itu membuat Alda semakin mual.

"Buka baju gue," bentak Toni.

Alda langsung menurut, membuka kancing kemeja Toni lalu menarik kemeja itu dari dalam celana jeans Toni. Sekrang dada dan perut Toni terlihat jelas di mata Alda. Dada Toni tampak berotot dan kekar, berkilat-kilat karena keringat.

"Sekarang jeans gue," Toni menunjuk celananya.

Alda kembali berlutut, memegang bagian pinggang jeans Toni yang menariknya perlahan ke bawah. Ketika Alda menarik jeans itu turun melewati paha, kemudian lutut dan akhirnya terlepas semua, penis Toni kembali bergerak dan berdenyut di balik celana dalam Toni seakan tidak sabar lagi.

Dan sekarang Toni berdiri dengan kemeja terbuka, bayangan penis dan testisnya tampak jelas di balik celana dalamnya yang basah karena keringat, dada Toni bergerak terengah-engah, dan suasana penuh nafsu sudah begitu menggantung di dalam garasi yang sempit itu, menunggu giliran untuk bisa menikmati Alda. Toni kembali menarik Alda mendekat ke pinggulnya.

"Lo tadi liat punya gue udah nggak sabaran lagi?" tanya Toni, menyeringai ketika melihat bibir dan mata Alda bergetar ketakutan.

Alda menganggukan kepalanya.

"Jilatin."

"Saya mohon lepaskan saya," tangis Alda.

"Mau gue pukul lagi?"

Alda meraba bilur yang timbul di pipinya karena pukulan ikat pinggang Toni tadi.

"Tidak," jawab Alda masih menangis.

"Kalo gitu jilat."

Alda mendekatkan kepalanya ke benjolan itu dan menjilatnya sekali, sambil menahan nafas.

"Lagi," bentak Toni.

Alda kembali menjilat, naik dan turun sepanjang benjolan itu, merasakan keringat Toni yang asin dan aroma yang menusuk hidungnya.

Toni kemudian melepaskan kemeja yang dipakainya dan dilemparkanya ke lantai. Ia kemudian mendorong bahu Alda hingga Alda jatuh terlentang di lantai, yang langsung ditindih Toni yang berlutut di atas dada Alda. Toni memajukan pinggulnya ke muka Alda. Mata Alda membelalak ketakutan. Ia membayangkan penis Toni berupa benda hidup yang bergigi tajam yang akan merobek-robek mulutnya, seperti kata orang-orang tadi.

"Lo siap buat malam pertama lo Alda sayang?" tanya Toni sambil perlahan menurunkan celana dalamnya, hingga kepala penisnya yang ungu terlihat kemudian batang penisnya yang besar, dan akhirnya testis yang bundar dan berambut lebat. Toni terus menarik celana dalamnya hingga terlepas dari kakinya. Ia kemudian merangkak hingga penisnya tepat menggantung di atas wajah Alda, hingga Alda dapat melihat kejantanannya. Penis Toni begitu dekat tapi belum menyentuh wajah Alda, menggantung tepat di atas antara dahi dan hidung Alda. Penis itu berdenyut dan bergoyang berusaha bersentuhan dengan wajah Alda tapi Toni masih belum menginginkannya.

Toni sengaja menahan nafsunya yang kian menumpuk itu, walaupun membuat penisnya semakin ngilu karena begitu tegang. Testisnya sudah penuh dengan sperma yang siap untuk dipompa keluar. Ia sebenarnya tidak sabar lagi untuk menyemburkan seluruh isi testisnya itu ke dalam rahim Alda yang masih perawan itu. Ia benar-benar bangga dengan penisnya yang besar itu, ia ingin merobek-robek tubuh Alda dengan penisnya itu. Ia ingin membuat Alda menderita karena penisnya itu.

Alda sekarang berhadap-hadapan dengan benda yang dilihatnya sebagai monster, menggantung di atasnya seperti binatang pemangsa yang siap melahap mangsanya yang sudah tak berdaya. Wajah Alda tampak putih dan menderita, membuat ketiga orang yang menontonnya menyeringai senang. Ketiga penis mereka juga sudah tidak sabar untuk dikeluarkan dari celana dalam mereka dan memompa isi testis mereka ke dalam vagina Alda.

Penis Toni masih menggantung perkasa di atas wajah Alda. Testisnya yang besar dan berambut menggantung di atas dagu Alda, terlihat menakutkan dan menjijikan. Alda belum pernah melihat benda yang begitu menakutkan dan menjijikan seumur hidupnya.

Toni kemudian merangkak mundur dan menempatkan kepala penisnya di depan vagina Alda.

"Lo tau mau gua apain punya gue ini?" tanya Toni sambil menjilati bibirnya.

Alda tidak menjawab. Ia hanya berbaring diam dan hanya sedu sedannya yang terdengar. Ia tahu apa yang akan dilakukan Toni dengan penisnya. Teman-teman sekolahnya pernah bergosip dan bercerita tentang bagaimana pria dan wanita berhubungan badan. Yaitu dengan memasukan penis mereka ke dalam vagina pasangannya. Waktu itu Alda dan teman-temannya tertawa cekikikan membayangkan itu. Tapi sekarang ia merasa ketakutan membayangkan apa yang akan terjadi. Ia tidak menyangka bahwa penis pria bisa berukuran sebesar itu. Tubuhnya akan robek jika Toni memaksa untuk masuk ke vaginanya yang kecil. Alda ingin berteriak, memintanya untuk berhenti, tapi ia tahu itu semua tidak akan berarti apa-apa. Ia hanya dapat terus berbaring dan menangis ketika orang yang ada di atas tubuhnya bersiap-siap untuk memasuki tubuhnya.

"Ini akan gue masukin ke lobang lo, terus gue keluarin isinya ke rahim lo."

Toni memegang lutut Alda yang membukanya lebar-lebar, hingga bibir vagina Alda juga terbuka. Ketika Toni melihat betapa kecilnya liang vagina Alda, ia kembali mendorong lutut Alda makin lebar. Alda menjerit kesakitan. Pria yang lain hanya tertawa terbahak-bahak. Toni menempelkan kepala penisnya ke bibir vagina Alda.

"Siap Alda?" tanya sambil tersenyum,"Ini bakalan lebih sakit dari yang tadi!"

Dan dengan satu teriakan keras, Toni mendorong dengan sekuat tenaga dan brutal, membuat penisnya membuka bibir vagina Alda dan menerobos masuk. Begitu kerasnya dorongan Toni hingga tubuh Alda juga ikut terdorong ke belakang dan kepalanya membentur ban depan kijang tadi. Toni dengan brutal merobek selaput dara Alda dan terus masuk hingga pinggul Toni menghujam ke pinggang Alda dengan satu kali dorongan. Alda dan Toni sama-sama berteriak, Alda berteriak dalam kesakitannya, sedangkan Toni berteriak nikmat dan ketiga orang lainnya bersorak dan bertepuk tangan. Alda berbaring terlentang tak berdaya, merasakan dirinya bagaikan terbelah jadi dua.

Sedangkan Toni sendiri merasa dirinya bagaikan di awang-awang. Belum pernah seumur hidupnya ia merasakan vagina sesempit vagina Alda. Dan sementara Alda berbaring sambil menjerit kesakitan, meratapi nyeri yang menyerang bagian bawah tubuhnya dengan darah yang mengalir dari luka di kepalanya yang terbentur ban tadi serta air mata yang semakin deras mengalir di pipi, Toni diam sesaat merasakan jepitan vagina Alda di penisnya. Ia telah menguasai seluruh tubuh Alda sekarang, dan Toni harus mengakui bahwa Alda adalah gadis paling hot yang pernah ia perkosa selama ini. Jerit kesakitan Alda hanya membuat ia semakin bernafsu. Jepitan vagina Alda yang sangat kencang, membuat penisnya sedikit ngilu. Toni menyadari dirinya tidak akan bisa menahan orgasmenya lama-lama.

Toni mulai menindih Alda dan membenamkan mulutnya ke mulut Alda. Kumis Toni yang kasar menyakiti kulit Alda yang halus, dan Alda dapat mencium bau nafas Toni di hidungnya. Toni mulai mencium mulut Alda dengan bernafsu, ciuman yang paling hangat yang pernah ia berikan pada seorang wanita. Selama ini ia belum pernah begitu bernafsu mencium seorang wanita, biarpun itu adalah istrinya sendiri.

Dan kemudian, karena sorakan dari ketiga temannya untuk segera memulai, Toni menarik penisnya keluar dan mendorongnya masuk lagi ke dalam vagina Alda. Alda menjerit dengan mulut masih diciumi oleh Toni. Toni bergerak lagi. Alda menjerit lagi. Darah yang mengalir keluar dari vagina Alda menjadi pelumas bagi penis toni agar bisa keluar masuk lebih lancar. Toni akhirnya melepaskan ciumannya dari mulut Alda dan mulai bergerak keluar masuk dengan kasar dan brutal, makin lama makin cepat dari sebelumnya. Vagina Alda membuka melebihi batas maksimal, untuk dapat menerima penis Toni yang besar dan panjang itu. Toni mengulurkan tangannya mengambil ikat pinggang yang tergeletak di sebelahnya. Ia melipatnya jadi dua dan mulai memukuli wajah dan dada Alda seperti seorang koboi memecuti kudanya.

"Yiihhaaaa!" ia berteriak kegirangan sembari terus memompa keluar masuk di vagina Alda. Ketiga orang yang lain sekarang duduk di sekeliling mereka berdua, bersorak dan bersuit, menenggelamkan jeritan Alda yang melengking. Setiap kali tubuh Alda mengejang kesakitan karena pecutan, saat itu juga penis Toni merasakan kenikmatan karena jerit kesakitan Alda. Udara garasi itu makin panas dan beruap dipenuhi bau nafas keempat orang itu.

Toni akhirnya tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Ia harus mengeluarkan seluruh isi testisnya. Ia mempercepat gerakannya ketika rasa nikmat mulai terasa di testis dan terus menyebar ke seluruh penisnya dan makin lama makin memuncak. Dan dengan satu dorongan terakhir ia menyemburkan semburan demi semburan sperma yang panas dan kental ke dalam tubuh Alda yang terus menjerit kesakitan. Toni berharap kenikmatan itu tidak akan berakhir. Ia mengerang nikmat. Begitu banyaknya sperma yang dikeluarkan oleh Toni hingga sebagian mengalir keluar dari vagina Alda menetes ke lantai, sementara Toni masih terus memompa sisa spermanya ke tubuh Alda. Tubuh Toni masih berguncang karena kenikmatan yang akhirnya terlepas setelah beberapa lama ditahannya. Tubuh Toni ambruk menindih Alda, membuat nafas Alda terdesak keluar membuatnya tidak bisa bersuara sedikitpun. Alda tidak bisa bernafas dengan tubuh Toni yang berat menindih tubuhnya, kakinya menggapai-gapai di udara berusaha menggulingkan tubuh Toni, sementara tangannya memukuli tubuh Toni tanpa tenaga, tapi Toni tidak peduli sedikitpun dengan rontaan Alda. Ia sudah terlalu lelah. Ia akan terus menindih tubuh Alda sampai tenaganya pulih kembali, walaupun ia harus tertidur di atas tubuh Alda.

Tapi Toni masih bisa merasakan penisnya yang mengecil kembali ke ukuran asalnya dan ia akhirnya menarik penisnya itu keluar dan berguling ke samping Alda. Alda megap-megap berusaha menghirup udara, tapi ia hanya berhasil menghirup tiga kali sebelum Roy, yang sudah tidak tahan lagi, menarik rambutnya hingga ia berlutut dan jatuh dalam posisi merangkak. Roy lalu mendekatkan pinggulnya ke wajah Alda. Dengan berlutut Roy menekan wajah Alda dengan kedua tangannya menempel ke benjolan di bawah perutnya itu, begitu eratnya hingga Alda kembali kesulitan bernafas.

Roy mengerang nikmat ketika ia melihat Alda meronta-ronta, berusaha mendorong tubuhnya ke belakang. Tapi tenaga Roy terlalu kuat bagi Alda untuk dikalahkan, dan Alda hanya bisa memukuli pinggang dan paha Roy tanpa hasil. Alda berusaha mengambil nafas, tapi wajah dan hidungnya terbenam dalam sekali di pinggul Roy. Penis dan testis Roy berhimpitan dengan wajah Alda, dan hanya dihalangi oleh jeans yang dipakai Roy. Akhirnya Roy mendorong kepala Alda hingga ia terjengkang dan jatuh lagi ke lantai dengan keras dan menyakitkan. Ketika Alda kembali megap-megap bernafas, Roy melepaskan jeansnya dan mengeluarkan penisnya dari celana dalam yang dipakainya.

Roy kembali menjambak rambut Alda menariknya berlutut lalu melumat habis bibir Alda. Lidah Roy menjelajah bagian dalam mulut Alda, membuat air liur Roy bercampur di mulut Alda. Ketika puas, Roy kembali menekan tubuh Alda hingga ia merangkak lagi dan mendekatkan serta menggosokan penisnya ke pipi Alda.

"Masukin ke mulut kamu sayang," geram Roy, sambil menekan kepala penisnya ke bibir Alda. "Kalo nggak, berarti gue musti ambil iket pinggang tadi. Dan asal tau aja, gue nggak bakalan sepelan Toni waktu mukul lo."

Toni yang masih berbaring telanjang kelelahan hanya tersenyum mendengar itu.

Akhirnya Alda menurut karena ketakutan. Ketika penis Roy masuk ke dalam mulutnya, dan menyentuh lidah Alda, Alda tersedak lagi, lebih keras sekarang. Kemuakan Alda pada penisnya tidak dipedulikan oleh Roy, yang terus mendorong batang penisnya masuk ke dalam mulut Alda. Roy sangat menikmati sensai yang timbul ketika lidah Alda yang kering bergesekan dengan batang penisnya, ketika Alda meronta berusaha mengeluarkan penis Roy dari mulutnya, tapi tetap tanpa hasil. Rontaan Alda benar-benar membuat Roy makin terangsang. Ketika Alda memejamkan matanya Roy langsung membentaknya untuk membuka kembali. Ia ingin Alda melihat bagaimana penis Roy masuk ke dalam mulutnya. Sekarang penis Roy telah masuk hingga ujung mulut Alda, tapi ia masih terus mendorong, perlahan penis itu mulai menerobos masuk ke tenggorokan Alda. Alda yang terus tersedak, makin membuat Roy terangsang. Akhirnya Roy berhasil masuk, seluruhnya, hidung Alda terbenam dalam rambut kemaluan Roy yang berkeringat, dan testisnya bersentuhan dengan dagu Alda. Roy kemudian mulai bergerak, keluar masuk, sementara Alda berusaha sekuat tenaga untuk menghirup udara ketika penis Roy keluar dari tenggorokannya.

"Bener-benar anget!" kata Roy sambil terus bergerak.

Johan dan Dani sekarang telah telanjang bulat juga. Johan melihat vagina Alda yang terlihat dari belakang, kemudian memandang anaknya. Ia menjilati bibirnya tidak sabar.

"Papi musti masukin punya papi ke lobangnya Dan."

"Dani juga Pih," jawab Dani sambil mengocoki penisnya. "Tapi Dani pengen liat actionnya Papi dulu."

Ayahnya tersenyum dan menganggukan kepala, secepat kilat ia mendekati tubuh Alda yang dalam posisi merangkak itu lalu memasukan penisnya dari belakang. Ia memegangi pinggang Alda, bergerak seirama dengan gerakan Roy di mulut Alda. Kedua orang itu mengerang dan mendengus ketika sensasi kenikmatan mulai terasa makin memuncak di penis mereka. Roy mencoba menahannya tapi tidak bisa bertahan lama, dan dengan satu erangan keras ia menyemprotkan sperma ke dalam tenggorokan Alda. Mulut Alda langsung terisi penuh dengan sperma Roy. Alda berusaha menelan sperma itu sekuat tenaga, agar ia bisa terus bernafas, tapi sperma itu meleleh juga keluar dari mulutnya. Ini membuat Roy kesal, lalu ia mendorong penisnya masuk lebih dalam lagi ke tenggorokan Alda dan menahannya di situ sementara ia terus memompa sperma masuk ke perut Alda.

Johan mencapai puncak beberapa menit kemudian, ia mendorong penisnya masuk sedalam-dalamnya, sedekat mungkin dengan rahim Alda. Ia berharap ia bisa membuat Alda hamil, ketika spermanya menyembur keluar dari testisnya mengalir melalui batangnya terus menyembur keluar masuk ke rahim Alda. Johan menyemburkan begitu banyak sperma hingga ia sendiri merasa seperti meledak dalam lingkaran kenikmatan yang terus memuncak, mata Johan membelalak nikmat sebelum akhirnya jatuh lemas.

Segera setelah Johan menarik penisnya keluar dari Alda, anaknya maju menggantikan posisinya. Karena Roy telah melepaskan pegangannya pada kepala Alda, Dani dengan leluasa bisa membuat tubuh Alda kembali terlentang dan menindihnya. Gerakan Dani sangan cepat, seperti banteng yang gila. Keluar, masuk, keluar, masuk, ia menyakiti Alda yang terus menjerit-jerit. Ia bergerak cepat dan brutal. Kenikmatan pada penis Dani belum pernah ia rasakan sebelumnya, melebihi kenikmatan waktu ia melakukan onani. Ia menusuk sedalam mungkin tubuh Alda dan menahan penisnya di dalam. Ia ingin merasakan vagina Alda yang berdenyut-denyut memijati batang penisnya. Alda memalingkan kepalanya ke samping dan terus menangis. Ia dapat merasakan penis Dani dalam vaginanya, menusuk dan menyakitinya. Rasa sakit dan malu itu belum pernah dirasakan Alda sebelumnya.

Dani mulai bergerak lagi, sekarang lebih cepat lagi. Ketiga orang di sekelilingnya menyeringai.

"Bener-bener enak kalo jadi orang muda, tenaganya banyak," kata Toni sambil memperhatikan Dani yang sedang memperkosa Alda. Sesaat kemudian Dani terlihat telah mencapai klimaks.

"Terusin Dan, keluarin di dalem dia!" dorong ayahnya.

Dani mengerang dan mendengus. Tubuhnya bergetar, perutnya terasa berdenyut. Ketiga orang dewasa itu melihat dengan refleks Dani mendorong penisnya masuk sedalam mungkin ke vagina Alda ketika ia berejakulasi, menyemburkan air mani ke dalam tubuh Alda.

Dani langsung ambruk beberapa saat kemudian dan menarik penisnya keluar dari Alda. Ketiga orang itu menyalaminya dan mengucapkan selamat ulang tahun. Setelah itu Toni kembali menarik tubuh Alda, dengan posisi duduk di lantai ia berhadapan dan memangku Alda di pahanya. Penisnya langsung menegang lagi dan masuk ke dalam vagina Alda. Wajah Toni dan Alda sekarang berhadap-hadapan, Toni memejamkan matanya dan berkonsentrasi untuk membuat penisnya beraksi kembali. Tubuh Toni tak bergerak sedikitpun, ia ingin penisnya sekarang yang membuat jalan masuk ke vagina Alda. Alda dapat merasakan ukuran penis Toni membesar perlahan-lahan, memanjang, membuka bibir vaginanya dan masuk sedikit demi sedikit ke dalam liang vaginanya yang terluka.Toni sempat menggerakan pinggulnya satu dua kali agar penisnya bisa masuk lebih dalam lagi. Mata Toni terus terpejam, kepalanya menunduk. Seluruh pikirannya dipusatkan pada usaha untuk memnegangkan penisnya. Ia mendorong pinggul Alda agar penisnya bisa masuk lebih dalam lagi. Sisa sperma miliknya dan teman-temannya membuat jalan masuk ke vagina Alda maskin mudah. Ini terus berlangsung beberapa menit, sebelum akhirnya dengan penis yang berada tepat di depan pintu rahim Alda, Toni menyemburkan spermanya lagi. Sebagian besar sperma itu keluar kembali dan membasahi pada Toni tapi Toni tidak peduli. Vagina Alda sudah dimasuki oleh begitu banyak sperma hingga hampir tidak mungkin menampung lebih banyak lagi.

Ketika penis Toni kembali mengecil ia membuka matanya dan mengangkat kepalanya. Ia kemudian melemparkan tubuh Alda ke lantai.

"Gue belon ngerasain lobangnya dia nih," kata Roy yang belum puas dengan hanya mengeluarkan spermanya ke dalam mulut Alda. Kembali Alda disuruh merangkak dan Roy memasukinya lewat belakang. Gerakan Roy pelan dan semakin menyakitkan Alda. Johan dan Dani berdiri berdampingan di depan wajah Alda dan mulai mengocoki penis mereka masing masing di depan wajah Alda. Roy bergerak makin cepat, Johan dan Dani juga mengocok makin cepat. Ketiga orang itu orgasme bersamaan, dan dengan satu teriakan puas berbarengan, wajah Alda begitu juga vagina Alda bersamaan disembur oleh sperma. Sperma melumuri hidungnya dan mengalir turun ke pipi dan dagu Alda. Ketika mereka telah selesai menyembur, Roy menarik penisnya keluar dan Johan serta Dani mulai mengusapi sperma mereka ke seluruh wajah Alda.

Selama lebih dari dua jam kemudian, keempat orang itu bergantian memperkosa Alda dengan cara dan keinginan masing-masing. Roy memasukan penisnya ke anus Alda, sementara Dani memakai mulut Alda dan Johan masuk di dalam vagina Alda. Toni hampir membuat Alda kehabisan nafas ketika itu memaksa Alda kembali memasukan penisnya ke dalam mulut Alda. Dani berbaring terlentang di lantai dengan Alda berlutut di atas tubuhnya. Setelah memasukan penis Dani ke dalam vaginanya Alda mulai memperkosa dirinya sendiri, tubuhnya dipegangi oleh ketiga orang yang lain dan membuatnya bergerak-gerak. Udara dalam garasi itu semakin panas dan semua orang mulai sulit bernafas, tapi tidak ada seorangpun yang peduli kecuali Alda.

Ketika seluruh energi mereka telah terkuras habis, dan penis mereka telah mengecil dan menolak menegang lagi, keempat orang itu melanjutkan pesta mereka. Semuanya mengambil ikat pinggang masing-masing, dan berdiri mengelilingi Alda. Sambil menyeringai satu sama lain, mereka mengangkat ikat pinggang mereka dan mulai memukuli Alda. Sambil bersuit dan tertawa senang mereka memukul sekuat tenaga melampiaskan sisa nafsu mereka. Mereka memukul sekuat tenaga sementara Alda meronta, mengejang, memohon ampun, dan menjerit kesakitan di lantai. Mereka terus memukul sampai akhirnya Alda hany bisa merintih, dengan tubuh terkejang-kejang menahan sakit, dan keempat orang itu juga telah kehabisan tenaga mereka. Nafas Alda tersendat-sendat ketika mereka benar-benar berhenti memukulinya.

Roy membuka pintu garasi itu. Angin malam yang dingin langsung menerobos masuk, membuat mereka sadar betapa panasnya udara dalam garasi itu. Mereka kemudian mengangkat tubuh Alda yang lemah lunglai itu dan melemparkannya ke dalam mobil lagi, setelah itu mereka juga membersihkan sisa-sisa sperma dan darah Alda dari lantai.

Mobil kijang itu bergerak mundur dan menjauh dari gudang itu berbelok menuju kota. Di tengah perjalanan, di tempat yang gelap dan sepi mereka berhenti. Roy dan Toni membuka pintu belakang.

"Terima kasih ya Alda sayang. Pelayanan lo bener-ener bikin gue bahagia, Ini ulang tahun yang bakal gue inget selama hidup gue," kata Dan sambil mengusap pipi Alda dan mencium bibir Alda.

Alda hanya memandang Dani, kemudian Johan sebelum akhirnya tubuhnya ditarik oleh Roy dan Toni keluar dari mobil. Tubuh Alda terhempas ke jalan yang berbatu.

Alda masih bisa melihat lampu belakang mobil itu bergerak menjauh, ia masih sempat melihat langit yang berbintang sebelum ia menutup matanya tak sadarkan diri.

TAMAT

No comments:

Post a Comment